Bahasa Paser, Bahasa Ibu Kota yang Terancam Punah


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Penajam Paser Utara (PPU) telah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu lokasi Ibu kota baru. Kabupaten ini sendiri punya bahasa asli suku Paser. Namun kabarnya, bahasa ini terancam punah.

Kabar terkait ancaman kepunahan bahasa Paser ini kami dengar langsung dari Paidah Riansyah, sejarawan suku Paser, yang juga Ketua Laskar Pertahanan Adat Suku Paser. Dia menyebut bahasa Paser ini hampir punah, seperti halnya bahasa dayak Benoa.

"Menurut penelitian kemarin, bahasa Paser dan bahasa Dayak Benoa yang hampir punah. Karena jarang kan digunakan anak-anak," kata Paidah.

Dia mengatakan bahwa penggunaan Bahasa Paser ini memang jarang sekali digunakan di Penajam Paser Utara yang masih tergolong kawasan kota. Namun, penggunaannya di daerah pedalaman masih kerap digunakan.

Loading...

"Kalau di daerah yang ramai ini (kawasan kota) jarang. Kalau daerah pedalaman masih digunakan," tuturnya.

Selain itu, kata dia, umumnya anak-anak Suku Paser memang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Biasanya, mereka baru bisa berbahasa Paser ketika beranjak dewasa karena baru mempelajarinya.

?Foto: Paidah (Wahyu Setyo Widodo/detikcom)

Paidah juga memberikan contoh ujaran bahasa Paser kepada kami seperti 'isik kabar?' yang artinya 'apa kabar?' dan 'guen' yang artinya 'baik'. Karena terancam punah, Paidah mengatakan bahwa bahasa Paser Pemkab PPU sudah menyetujui bahasa Paser untuk masuk mulok kurikulum sekolah.

Ibu yang Tidak Tahu Bahasa Ibu Tanah Lahirnya

Saat kami berkunjung ke Pasar Penajam pada Selasa (9/10), kami mencoba mewawancarai beberapa orang di sana soal pengetahuan terkait bahasa Paser. Dari beberapa orang yang kami temui, mereka mengaku tidak tahu bahasa Paser. Bahkan, untuk mengucapkan satu kosa kata saja mereka tak bisa.

Ketidaktahuan akan bahasa Paser itu salah satunya dialami oleh Adisa, seorang pedagang ikan. Adisa merupakan orang suku Bugis yang lahir dan hidup di PPU. Adisa mengaku dia tidak tahu bahasa Paser. Bahkan, menurutnya, bahasa asli PPU adalah Bahasa Bugis.

"Ndak tahu (bahasa Paser)," jawabnya ketika kami tanya soal bahasa Paser.

Kami pun lantas bertanya bahasa asli PPU. Dia justru menjawab bahasa Bugis.

"Bahasa asli sini apa, Bu?" tanya kami.

"Ya, Bahasa Bugis," jawabnya singkat.

Anak-Anak SD yang Belum Pernah Mendengar Bahasa Paser

Pada Rabu (11/9) kami lantas berkunjung ke salah satu SDN 010 Sepaku yang ada di desa Sepaku. Anak-anak berseragam putih merah nampak sedang mengikuti kegiatan belajar di kelasnya masing-masing.

Kami pun mendapatkan izin dari pihak sekolah untuk masuk ke dalam kelas untuk bertanya kepada mereka soal bahasa Paser. Hasilnya, tak satu pun anak yang tahu apa itu bahasa Paser.

"Jadi, siapa di sini yang tahu bahasa Paser?" tanya kami.

Semuanya terdiam sembari menunjukkan wajah polos dan menggeleng-gelengkan kepala. Mereka benar-benar tak mengenal bahasa asli dari tempat yang mereka tinggali ini.

Kami kemudian bertanya, "Jadi, apa bahasa asli di sini?"

"Bahasa Jawa...," jawab mereka serempak.

Mutia, selaku Wakil Kepala Sekolah SDN 010 Sepaku menjelaskan kepada kami bahwa bahasa Paser ini memang tak diajarkan di SDN ini. Pasalnya, sekolah yang kami kunjungi ini umumnya diisi oleh anak-anak dari keluarga transmigran Jawa.

"Jadi, di sini bahasa Paser tidak diajarkan. Saya memang pernah mendengar wacana itu dari Pemkab kalau bahasa Paser ini mau di masukkan mulok. Tapi untuk saat ini yang masuk mulok malah bahasa Inggris," tuturnya kepada kami.

Kah' di Tiap Ujung Kalimat

Bahasa Paser terancam punah. Rumpun-rumpun bahasa dari beragam suku di PPU bercampur aduk jadi satu. Namun, ada satu ujaran dari salah satu rumpun bahasa yang telah menyerap dalam percakapan tiap orang di PPU.

Bahasa itu adalah bahasa Banjar, untuk ujaran 'kah'. Dalam buku berjudul 'Kesantunan berbahasa pada masyarakat Banjar' karya Rissari Yayuk, dijelaskan bahwa kata 'kah' seperti kata penegasan kalimat tanya. Kah adalah kata komplementer.

Hampir tiap orang yang kami temui di PPU selalu menambahkan kata 'kah' dalam setiap percakapannya. Tak peduli apa pun logat bahasa mereka.

Eksistensi Bahasa Paser

Untuk mengukur apakah sebuah bahasa itu dianggap punah atau tidak, UNESCO menetapkan sembilan indikator. Yakni, transmisi bahasa antargenerasi, jumlah penutur absolut, proporsi penutur dengan jumlah penduduk keseluruhan, kecenderungan dalam ranah penggunaan bahasa, daya tanggap terhadap ranah baru dan media, materi untuk pendidikan bahasa dan keberaksaraan, kebijakan bahasa oleh pemerintah dan institusi--termasuk status resmi dan penggunaanya, sikap masyarakat penutur terhadap bahasa mereka dan jumlah dan kualitas dokumentasi bahasa

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) punya ukuran tersendiri untuk mengukur eksistensi sebuah bahasa daerah. Yakni dengan menggunakan parameter yang disebut dengan dialektometri. Status eksistensi bahasa Paser sendiri bisa dilihat di data pokok kebahasaan dan kesastraan yang ada di laman resmi Kemendikbud.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Pasir (Paser) merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%-100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, misalnya dengan bahasa Basap, bahasa Benuaq, bahasa Bulungan, bahasa Punan Merah, bahasa Dusun, dan bahasa Long Lamcin.

Dalam data tersebut, bahasa Paser disebut merupakan termasuk salah satu bahasa yang memiliki jumlah penutur yang cukup besar di Kalimantan Timur. Kelestarian bahasa ini masuk kategori aman, meskipun statusnya masih belum terkonservasi.

Namun, tentu saja, di tengah meresapnya berbagai rumpun bahasa dalam percakapan orang-orang PPU, bahasa Paser mestinya tetap harus hidup. Seperti halnya bahasa Betawi yang tetap hidup di Jakarta, Ibu kota kita saat ini.

Namun, tentu saja, di tengah meresapnya berbagai rumpun bahasa dalam percakapan orang-orang PPU, bahasa Paser mestinya tetap harus hidup. Seperti halnya bahasa Betawi yang tetap hidup di Jakarta, Ibu kota kita saat ini.

Jadi, bagaimanakah nasib bahasa Paser ketika Ibu kota dipindahkan ke PPU?

(spiritriau.com) 






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]