Hardiknas, Keterbatasan Tak Surutkan Semangat Belajar Anak Suku Pedalaman di Riau

Suku pedalaman di Riau semangat belajar

Loading...

MEDIALOKAL.CO - Jauh di tengah hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) di Riau, masih ada secercah harapan anak-anak suku terasing, Talang Mamak menimba ilmu. Mereka berjuang demi masa depan dengan segudang kekurangannya.

Suku Talang Mamak, satu di antara suku-suku di Riau yang tidak menikmati fasilitas negara sebagaimana umumnya. Ini karena mereka hidup di dalam kawasan hutan taman nasional. Jangan bermimpi ada listrik PLN di sana, jangan bayangkan mereka punya akses jalan yang beraspal. Semua jalan di sana hanya tanah liat yang jika hujan akan sulit dilalui. Akses jalan memang susah, ini karena status taman nasional.

Begitupun, mereka yang jauh dari kebisingan kota, anak-anak suku Talang Mamak masih menginginkan agar mereka bisa menulis, membaca dan berhitung. Satu unit sekolah terdiri tiga kelas terbangun di Dusun Datai, Desa Rantau Langsat.

SD yang ada di sana, statusnya sekolah jarak jauh yang menginduk di SD Negeri 04, Desa Rantau Langsat, Kec Batang Gangsal, Kab Indragiri Hulu (Inhu) Riau. Anak-anak Talang Mamak tidak mungkin bersekolah di SD induknya. Bila ditempuh dengan sepeda motor harus memakan waktu paling cepat 5 jam. Bila turun hujan, jarak tempuh akan semakin lama.

Loading...

Karena jarak yang begitu jauh, maka anak-anak di Dusun Datai diberikan sekolah jarak jauh. Tapi di sekolah itu tidak ada fasilitas yang memadai. Sekolah dibangun sangat sederhana dari dinding papan.

Di sanalah, generasi penerus bangsa ini menyisahkan waktunya untuk ikut belajar. Tercatat ada 50 siswa yang ikut belajar di sana. Tapi mereka juga tidak setiap hari bisa ikut proses belajar.

Dalam sehari, 15 sampai 20 anak saja yang bisa belajar silih berganti. Banyak anak-anak yang tidak masuk sekolah, karena harus ikut bersama orang tua yang berladang. 

"Karena anak-anak itu masih diajak orang tuanya untuk menopang ekonomi. Kalau musim buah-buahan, anak-anak ikut mencari buah untuk mereka jual ke warga di luar komunitas Talang Mamak," kata Helen Lucen Silalahi (30) aktivis lingkungan dari WARSI yang melakukan advokasi pendidikan buat suku Talang Mamak dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (2/5/2018).

Helen menyebutkan, sekolah jarak jauh ini dibangun pada tahun 2015 lalu. Anak-anak di sana bersekolah, ada yang memakai seragam sekolah, ada yang tidak.

"Ada tiga ruangan, dua ruang kelas belajar, satu ruang guru. Tapi mereka juga belajar intinya bisa menulis, membaca dan berhitung," kata Helen.

Dari 50 siswanya itu, uniknya tidak ada pembagian kelas. Soal penentuan anak-anak itu layaknya kelas berapa, hal itu akan menjadi kewenangan dari SD induknya. Pihak guru dari SD induk nantinya akan datang ke sekolah itu untuk menentukan kelas berapa untuk para siswanya.

"Hasilnya, saat ini dari 50 siswa hanya ada 4 orang yang layak duduk di kelas enam. Mereka tahun ini ikut dalam ujian nasional," kata Helen.

Anak-anak Talang Mamak, pada dasarnya keinginan sekolah saat ini cukup tinggi. Mereka juga punya cita-cita setinggi langit. Hanya saja, mereka tidak bisa bersekolah saban hari sebagaimana anak-anak sekolah pada umumnya.

Anak-anak Talang masih ikut orang tuanya yang kadang berpindah perladangan. Jika perladangannya sangat jauh dari sekolah, maka biasanya anak-anak tersebut tidak akan masuk. Karena bisa jadi, mereka harus berjalan kaki dengan jarak tempuh 2 sampai 3 jam.

Satu sisi, sekolah mereka buka pada pukul 07.30 WIB dan baru pulang pukul 10.30 WIB. Dengan jarak tempuh yang lumayan jauh, di tengah kawasan hutan belantara, sangat tidak memungkinkan mereka berjalan sendirian.

"Itulah sebagian kendala mereka. Kalau minatnya, sekarang lumayan bagus. Cuma kalau lagi ikut berladang dengan orang tuanya, mereka tak masuk sekolah," kata Helen.

Itu belum lagi jika kondisi turun hujan lebat. Anak-anak dipastikan sebagian tidak bisa bersekolah. Karena di tengah taman nasional itu dibelah sungai Gangsal. Kalau sudah hujan, otomatis airpun naik.

"Anak-anak tidak berani menyeberangi sungai. Kalau sudah seperti itu, mereka tidak bisa ke sekolah," kata Helen.

Pada umumnya, anak-anak suku asli Riau itu masih dibebankan para orang tuanya untuk membantu perekonomian mereka. Dalam kawasan hutan, anak-anak ikut bersama orang tuanya untuk mencari hasil hutan. Misalkan sajan getah jernang (getah rotan) yang harganya cukup mahal karena untuk dasar bahan kosmetik. Anak-anak dilibat untuk mencari hasil hutan itu.

"Kita juga maklum dengan kondisi itu. Sebab, ekonomi mereka di dalam kawasan taman nasional, benar-benar bergantung pada hasil hutan," kata Helen.

Meski dengan kondisi di atas, niat anak-anak belajar cukup diajungi jempol. Di tengah serba keterbatasan dari fasilitas dan ekonomi, mereka tetap semangat belajar.

Menurut Helen, Dinas Pendidikan Pemkab Inhu, saat ini sudah memperhatikan pendidikan anak-anak Talang. Berkad pendampingan WARSI dalam memberikan advokasi dunia pendidikan. Kini anak-anak Talang mendapatkan hak untuk ikut ujian nasional walau mereka hanya kelas jauh.

"Perhatian Pemkab Inhu, sudah baik untuk anak-anak Talang Mamak. Begitupun kami tetap berharap akan ada perhatian yang lebih baik lagi," kata Helen. (*)

 


 

Sumber : Spiritriau.com






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]