Tak Disangka, Pelajar Bunuh Ibu dan Anak Demi Uang Sekolah

Pelajar bunuh ibu dan anak

Loading...

MEDIALOKAL.CO – Malam jahanam itu datang tak terduga. Remaja yang terdesak keadaan, tindisan ekonomi, dan kalut yang tak tertahankan berubah wujud menjadi penjagal. Dua nyawa terenggut demi rupiah yang tak seberapa. Bagaimana kasus pelajar bunuh ibu dan anak itu bisa terjadi? berikut kisahnya.

Jalan hauling perkebunan sawit berdebu yang sepi di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar), menyambut wartawan media ini. Saliki, desa yang jarang disebut dalam pemberitaan di media tiba-tiba populer setelah peristiwa tragis menimpa warganya.

Kasus pencurian yang berujung pembunuhan terjadi di sebuah mes staf perkebunan kelapa sawit ini. Korbannya Lusiana, ibu muda 36 tahun dan balitanya, Naufal.

Pelaku, Al (19) tak lain adalah tetangga korban. Yang membuat geger warga sekitar, cara Al membunuh kedua korban bak pembunuh berdarah dingin. Tanpa belas kasihan. Padahal, selama ini siswa SMK itu dikenal sebagai sosok yang pendiam di kalangan tetangga.

Loading...

Bukan perkara mudah menemukan tempat kejadian perkara (TKP). Kendaraan yang ditumpangi tim peliput Kaltim Post (Grup Jawa Pos/pojoksatu) mesti menerabas jalur aspal hingga jalur tanah.

Tim berkali-kali tersesat lantaran aplikasi GPS dari ponsel pintar tak bisa dipakai karena tak ada sinyal internet.

Beruntung tim bertemu Ishak, Ketua RT 10, Desa Saliki. Dia memberi tahu jalur yang mesti dilewati untuk mencapai perkebunan yang berada di perbatasan Kecamatan Muara Badak dan Anggana, Kukar tersebut.

Ishak menuturkan, kisah keji tersebut membuat heboh Muara Badak. “Sebenarnya beberapa kali saya mendapat laporan ada kasus pencurian di area perkebunan. Namun, baru kali ini ada korban pembunuhan,” urainya.

Tanpa diminta, dia lantas bertutur, pelaku adalah anak salah seorang pekerja di perkebunan kelapa sawit. Karena kejadian ini, ayah Al sudah tidak bekerja lagi di sana. Entah dipecat atau mengundurkan diri.

Berdasarkan informasi Ishak, tim melanjutkan perjalanan menuju lokasi. Waktu tempuh untuk sampai ke area perkebunan kurang lebih 90 menit dari pusat Kecamatan Muara Badak.

Setelah melintasi liku-liku medan perkebunan kelapa sawit, sampai juga di pos penjagaan. Di sana ada Hasan. Dia kepala keamanan di perkebunan tersebut. Hasan sangat kooperatif menunjukkan lokasi pencurian dan pembunuhan.

Dari pos penjagaan, tempat Hasan berkantor, kediaman korban hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Mes untuk staf berbeda dibanding mes buruh perkebunan. Mes staf, bangunan berbahan beton dan atap menggunakan genteng asbes.

Sampailah kami di bangunan bernomor 37 yang menjadi lokasi kejadian. Garis polisi masih terpasang mengelilingi bangunan. Sebagai informasi, bentuk bangunan mes seperti rumah bangsalan. Satu mes terdapat enam pintu.

Sebelum sampai di depan pintu rumah, Hasan menunjukkan parit tempat jasad korban ditemukan. Parit cukup dalam, mencapai 150 sentimeter, sementara diameter lubang parit 1 meter.

“Di sini kedua korban ditemukan, keduanya ditutupi kain dan kayu lapis oleh pelaku,” ujar Hasan, menunjuk parit.

Menurut Hasan, pada Selasa (1/5) sore, dia ditelepon oleh Dedy, penghuni mes yang tinggal di seberang rumah korban. “Dia bilang ada yang enggak beres dengan tetangga di depan rumah,” ujarnya.

Dedy, kata Hasan, ditelepon suami korban yang saat itu sedang bertugas ke Batam. Sang suami mengatakan, istrinya sejak pagi tak bisa dihubungi. Ponsel Lusiana tidak aktif. Setelah menghubungi Hasan, sekitar pukul 18.00 Wita, mereka sepakat mendobrak pintu depan rumah korban.

Pasalnya, beberapa kali pintu diketuk, tak ada respons dari si empunya rumah. Selain itu, saat mengintip lewat jendela, kamar korban terlihat kosong. Nah, saat pintu didobrak, mereka melihat lantai dan beberapa tempat di dinding bangunan ukuran 5×8 meter itu terdapat noda darah.

“Saya telepon polisi, mereka minta agar jangan ada orang yang masuk dulu,” ujarnya. Mengingat, noda darah menuju ke pintu belakang, Hasan dan beberapa warga menyambangi lubang yang ditutupi sebidang kayu lapis tersebut. Pada pukul 18.30 Wita, kedua korban ditemukan.

Kaltim Post juga menyambangi Dedy. Dia menuturkan, pada malam tragis itu, tak pernah didengarnya ada teriakan minta tolong. Dia pulang kerja pada pukul 11 malam, dan tidur sekitar tiga jam kemudian.

Setelah polisi datang dan melakukan olah TKP, petunjuk mengarah kepada Al yang tinggal di mes nomor 39. Pasalnya, rumah korban terkunci dari dalam. Polisi juga melihat ada akses yang menghubungkan bangsal satu dengan yang lain lewat langit-langit kamar mandi.

Kecurigaan pada Al makin kuat, karena pada Selasa pagi, Al melapor ke Polsek Muara Badak. Dalam laporan itu, Al mengaku dia dibegal saat berangkat ke sekolah.

Al menyertakan laporan luka di tangannya didapat karena melawan begal. Namun, dia tak bisa menjelaskan soal bekas cakaran di leher sebelah kirinya. Bekas cakaran itu diduga terbentuk saat dia bergumul dengan korban.

Pembayaran Sekolah Nunggak 6 Bulan

Hari sudah lewat tengah malam pada pengujung April, namun Al tak kunjung bisa memejamkan mata dan mengistirahatkan otaknya. Remaja tanggung ini tengah kebingungan. Kalut, takut, dan khawatir malu bercampur aduk di dadanya.

Perasaan tersebut timbul lantaran uang iuran sekolah sudah beberapa bulan diselewengkannya. Uang sekolah Rp 100 ribu yang saban bulan diberikan orangtuanya dipakai Al untuk kebutuhan lain. Total, Al menunggak uang sekolah sampai enam bulan.

“Saya pakai untuk jajan dan makan,” tuturnya saat Kaltim Post menemuinya di Mapolresta Bontang, tempat dia kini ditahan, pekan lalu.

Padahal, pelepasan siswa dari sekolah akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Nah, pada acara pelepasan siswa tersebut, sekolah bakal mengingatkan para orangtua siswa untuk segera melunasi tunggakan.

Pengumuman untuk mengingatkan para orangtua biasanya berbentuk surat. Bila belum melunasi tunggakan, sekolah kejuruan swasta tempatnya bersekolah akan menahan ijazah siswanya.

Hari-hari Al terus diisi kecemasan bagaimana mendapatkan uang Rp 600 ribu agar tunggakan itu beres, dan ibu-bapaknya tak perlu membaca surat peringatan dari sekolah. Malam jahanam itu pun tiba.

Niat Mencuri Malah Bunuh Ibu dan Anak

Hari telah berganti, Selasa (1/5) dini hari sekitar pukul 01.00 Wita, Al bangkit dari kamarnya menuju kamar mandi. Sembari memikirkan tunggakan yang belum bisa dia bayar, matanya tertuju pada lubang yang ditutup kayu lapis di langit-langit kamar mandi di rumah bangsalnya.

Cukup lama dia pandangi lubang itu. Al kini bolak-balik dari kamar ke kamar mandi. Setan yang bersemayam di otaknya pun menang. Al mengambil jalan pintas. Dia siap menjadi pencuri sebagai cara terakhir menyelesaikan masalah. Keputusan yang harus disesalinya seumur hidup karena dia bukan cuma jadi pencuri.

Sekitar pukul 01.30 Wita, Al melihat ibu dan kedua adiknya sudah terlelap. Bisikan setan semakin kuat, Al lantas mantap naik ke langit-langit kamar mandi yang terhubung ke rumah bangsal tetangga.

Masih dibalut rasa takut, Al sebenarnya sempat berpikir untuk mengurungkan niat. Namun, surat pemberitahuan dari seolah kembali terlintas, akhirnya Al meneruskan niatnya.

Turun dari langit-langit kamar mandi tetangga, pemuda ceking itu segera masuk ke kamar korban. Lusiana dan Naufal, tetangganya, terlihat sedang terlelap. Kamar tidur dalam keadaan gelap. Al baru tiga langkah di dalam kamar, Lusiana terbangun.

“Heeee! Mau apa kamu! Masuk lewat mana?” tanya Lusiana. Kepergok dan kaget luar biasa, Al langsung lari ke ruang tamu yang juga difungsikan sebagai ruang tengah dan dapur. Sebilah pisau diambil untuk mengancam korban. Sementara di dalam kamar, Naufal terbangun kemudian dipeluk Lusiana. Pada momen itu pula Al datang membawa sebilah pisau.

“Korban langsung melepas pelukannya dan berusaha melawan saya,” ucap Al dengan nada pelan saat menceritakan malam tragis itu.

Terjadi pergumulan antara Al dan Lusiana. Pisau sempat direbut Lusiana. Pegawai salah satu kantor cabang pembantu sebuah bank di Muara Badak itu bahkan sempat melukai tangan Al.

Melihat tangan tetangganya luka, Lusiana melepas pisau tersebut. Kesempatan itu dimanfaatkan Al merampas pisau kemudian menusuk leher Lusiana. Tak hanya sekali, Al mengaku menghunjamkan pisau itu berkali-kali ke leher korban.

Tak hanya sampai di situ, Al mengambil setrika listrik dan membelitkan kabelnya ke leher korban. Terakhir, pelaku mengambil anak cobek yang biasa dipakai untuk menahan pintu.

Benamkan Bocah di Bak Mandi Hingga Tewas

Al kembali memukulkan anak cobek yang terbuat dari batu itu ke kepala korban. Pelaku baru selesai melancarkan aksinya saat Naufal menangis cukup kencang.

“Om, sudah om,” ucap Naufal dalam tangis. Sadar bahwa si anak akan menjadi saksi perbuatannya, Al meminta Naufal diam. “Saya bilang, jangan nangis. Kalau enggak, saya teruskan memukul ibumu,” ujarnya.

Baru setelah itu, Al membawa si kecil Naufal ke kamar mandi dan menenggelamkannya ke dalam bak mandi. “Sekitar empat menit, anak itu sudah lemas,” kata Al.

Melihat kedua korban sudah tak bernyawa, Al menaruh jasad keduanya di parit di belakang rumah korban. Saat hendak pergi, ternyata Naufal masih hidup. Tak banyak bicara, Al memukul kepala korban dengan tangan kosong hingga tewas.

Al menyatakan, dia membunuh kedua korban karena takut pencurian tersebut akan diketahui warga. “Saya pasti akan dipukuli,” ungkapnya. Selain itu, dia mengaku malu bila pencurian tersebut sampai ketahuan warga yang lain. Terutama kedua orangtuanya.

Setelah kedua korban dipastikan tewas, Al segera membersihkan bekas darah di rumah korban. Kemudian, dia kembali ke kamar korban dan menjarah isi dompet. Hanya ada uang Rp 70 ribu. Dua ponsel pintar milik korban juga dia ambil. Al berencana menjual ponsel itu untuk membayar tunggakan iuran sekolah.

Nah, saat hendak kembali ke rumahnya lewat langit-langit, salah satu ponsel curian terjatuh ke bak mandi rumah korban. Setelah memastikan ponsel tak berfungsi karena terendam air, Al kembali ke rumahnya. Di rumah, ibu dan kedua adiknya masih terlelap. Sementara ayahnya masih bekerja di perkebunan. “Saya tanya kepada ibu, ayah saya baru pulang pada 07.30 Wita,” ungkapnya.

Baju Al yang bersimbah darah langsung disatukan ke dalam ember bersama cucian kotor lainnya. Dia mengatakan, hingga pagi dia tak bisa tidur.

Selain memikirkan perbuatan beberapa jam sebelumnya, Al terus menahan rasa sakit akibat luka yang menganga di tangan kanannya akibat pergumulan dengan korban. Sekaligus memikirkan alasan apa yang tepat bila orang menanyakan penyebab luka tersebut.

Al Mampir ke Rumah Pacar Sebelum ke Sekolah

Pukul 06.00 Wita, Al pamit kepada ibunya untuk berangkat ke sekolah untuk mengikuti perpisahan. Luka di tangannya dia ikat dengan benang agar darah tak terus mengucur. “Ibu saya tidak tahu tangan saya luka saat itu,” ungkapnya.

Sebelum ke sekolah, Al menyambangi rumah Sintia (bukan nama sebenarnya) yang tak lain adalah kekasihnya. Kepada kekasihnya itulah Al mengaku luka tersebut dia dapat usai melawan begal.

Sementara untuk bekas cakaran di lehernya, Al menyebut luka didapat saat mengambil beberapa dahan pohon untuk keperluan latar foto perpisahan.

“Saya kemudian dibawa ke klinik oleh orangtua Sintia dan mendapat 20 jahitan. Saya juga lapor polisi sudah jadi korban begal,” ucapnya.

Bagaimana dengan uang hasil jarahan, Al mengaku belum menggunakannya sama sekali. Bahkan, ponsel pintar yang dia ambil pun dibuang ke semak-semak. “Saya takut ketahuan saat menjual ponsel,” katanya.

(pojoksatu.id) 






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]