Kasus Pemotongan Upah Buruh: Kuasa Hukum TKBM Sebut Kejari Dumai Tidak Objektif


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Kuasa Hukum Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Dumai, Roland L Pangaribuan SH mempertanyakan  proses hukum dalam perkara dugaan penggelapan yang dilakukan oleh dua orang pria sebagai terlapor, masing-masing  Makotar Siahaan dan Sudirman Ss.


Dimana, keduanya yang berasal dari 2 perusahaan berbeda yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Dumai, diduga melakukan penggelapan atas upah, kesejahteraan, asuransi dan administrasi (WHKI) yang menjadi hak para buruh bongkar muat.


 Sehingga buruh yang tergabung dalam Koperasi TKBM, mengalami kerugian ditaksir mencapai Rp 400 juta. Bahkan sudah lebih dari angka itu karena sampai saat ini pemotongan masih berlangsung.


Namun dalam perjalanannya, kasus yang sudah dilaporkan dan diproses oleh penyidik Polres Dumai ini, berdasarkan dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), tertanggal 13 Mei 2019, dinyatakan P-18 dan P-19 oleh Kejaksaan Negeri Dumai.

Loading...


Sehingga kedua terlapor yang sudah menjadi tersangka oleh Polres Dumai, kini ditangguhkan penahanannya.


"Jaksa mengatakan jika unsur dengan sengaja melawan hukum atas perbuatan tersangka yang melanggar pasal 372 KUHP, tidak terpenuhi dan bukanlah merupakan suatu tindak pidana. Namun masuk dalam ruang lingkup perdata," kata Roland, dalam jumpa pers di Pekanbaru, Minggu (19/5/2019).


Roland mengatakan, dugaan penggelapan ini, bermula dari dimulainya kerjasama antar kedua belah pihak, yakni Koperasi TKBM dan APBMI Dumai. 


Dalam perjanjian kerjasama yang ditandatangani pada 3 Januari 2019 disebutkan, tagihan kepada pengguna jasa, besarannya dibagi ke dalam WHKI sebesar 71 persen untuk buruh, dan APBM sebesar 29 persen.


Namun terhitung sejak 16 Juli 2018, kedua terlapor yakni Makotar Siahaan dan Sudirman Ss yang berasal dari dua perusahaan berbeda, melakukan pemotongan lagi dari angka WHKI sebesar 29 persen.


 "Klien kami dari Koperasi TKBM mengaku, tidak ada pemberitahuan sebelumnya, jika ada potongan lagi yang dilakukan 2 terlapor dari 2 perusahaan berbeda ini. Tidak ada juga pembaruan perjanjian kerjasama. Tentu saja klien kami merasa dirugikan," ungkap Ronald.


Roland melanjutkan, upaya mediasi sudah pernah beberapa kali dilakukan. Namun tetap saja kedua terlapor melakukan pemotongan yang besarannya tidak sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama.


"Padahal sudah berjalan sekitar 5 tahun dan aman-aman saja. Tapi kenapa kok sejak Juli 2018, besaran nilai yang menjadi hak klien kami kembali dipotong. Ini yang kami pertanyakan," ucapnya.


Dia juga menyayangkan, Jaksa dari Kejari Dumai yang mengatakan, jika perkara ini masuk ranah perdata, bukan pidana. "Ini aneh. Mereka [Kasi Pidum] beropini sendiri dan sepertinya sengaja mengaburkan fakta hukum," ujar Ronald.


"Untuk itu kami akan melakukan sejumlah upaya hukum lainnya. Kami akan mengadu besok [Senin 20 Mei]  ke Kejati Riau," tegasnya.


Ditambahkan Roland, anggota TKBM yang anggotanya berjumlah seribuan lebih, juga berencana akan menggelar aksi demo, sampai tuntutan atas hak mereka dipenuhi.


Tuntutan Ronald sejalan dengan kesaksian ahli.


Pendapat Ahli Pidana Erdiansyah SH MH dari UNRI yang diambil keterangan nya oleh penyidik Polres Dumai menyatakan kasus pemotongan upah buruh adalah merupakan tindak pidana. Dia dilengkapi dengan surat tugas dari UNRI nomor: 441/UN 19.5.1.9/TU/2019 tanggal 31 Januari 2019.


Selain saksi ahli dari UNRI, polisi juga meminta keterangan saksi Ahli dari PNS Departemen Perhubungan RD. Yogie Nugraha ST MT yang menyatakan perusahaan bongkar muat tidak boleh mengambil atau memotong unsur biaya bagian (WHIK) TKBM karena unsur biaya bagian perusahaan bongkar muat sudah ditentukan.


Hal yang sama juga dikatakan Saksi ahli Mohd Arief Agustian, S.S.T,Pel., M.MTr dari  Direktorat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, yang mengatakan bahwa pemotongan WHIK sebesar 29% yang dilakukan oleh Sudirman Ss dan Makotar Siahaan tidak dibenarkan, karena WHIK merupakan upah dari TKBM sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM: 35 Tahun 2007 tentang pedoman perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar muat barang dari dan ke kapal di Pelabuhan.


Dalam Peraturan tersebut telah di atur mekanisme unsur biaya bagian TKBM dan PBM serta mekanisme penetapan dan perhitungan.


Berdasarkan uraian tersebut, Ronald menyimpulkan: 


1. Perbuatan tersangka adalah merupakan tindak Pidana Penggelapan Pasal 372 KUHP.

2. Bahwa Kejaksaan Negeri Dumai tidak mempunyai dasar hukum untuk menyatakan perbuatan Tersangka adalah Perdata.

3. Bahwa Kejaksaan Negeri Dumai hanya berpendapat pada keterangan Tersangka, tidak melihat dan membaca keterangan Saksi-saksi, Saksi Ahli Pidana dan Saksi Ahli Kementerian yang  tegas mengatakan hak WHIK tidak dapat di ambil dan itu adalah hak pelapor.

4. Bahwa uraian Kejaksaan Negeri Dumai tentang hukum Perdata, bahwa Kejaksaan Negeri Dumai tidak melihat siapa-siapa yang membuat perjanjian-perjanjian disepakati dan dibuat antara pelapor dengan Ahmad Jony Marzainur. SH

5. Bahwa sharing tarif WHIK sebagaimana yang dinyatakan didalam pasal 19 Kesepakatan Aquo, sesuai alat bukti tertulis lampiran kesepakatan bersama antara APBMI dengan Koperasi TKBM dan keterangan saksi, mempunyai makna PBM dalam menentukan bagian tarifnya menambahkan 29% dari tarif bongkar muat dibayar oleh pengguna jasa, masing-masing pihak mendapat bagian masing-masing, bagian PBM 29% dan bagian TKBM 71% dari upah bongkar muat yang dibayar oleh pengguna jasa atau pemilik barang.(spiritriau.com)






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]