Radikalisme, Kekerasan dan Matinya Kearifan Lokal


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Gejolak radikalisme dan kekerasan sosial masih terus menghantui umat manusia. Kasus bom bunuh diri di Kota Kabul Afghanistan (Kamis, 25/07/2019) yang mengakibatkan 12 orang meninggal menjadi saksi kelam yang memilukan. Hantu terorisme membuat darah manusia mengalir penuh kekejaman. Pada saat yang sama juga, hantu kekerasan juga menggejala di berbagai daerah di nusantara. Konflik berdarah antar warga desa tak pernah usai menghiasi laporan media. 

Masih hangat diperbincangkan kasus konflik antar desa yang terjadi di Buton, Sulawesi Tengara (Sultra) (05/06/2019). Konflik tersebut melibatkan antar pemuda desa dari Gunung Jaya dan Sampuabalo, Sultra, yang mengakibatkan 87 rumah warga terbakar. Hal tersebut menunjukkan jika masyarakat sudah mulai bergeser dari norma dan adat istiadat yang telah lama melekat pada jantung tradisi. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), perkelahian massal banyak disebabkan oleh faktor keramaian yang dihadiri oleh orang banyak. Jumlah konflik massal di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu dekade terakhir antara tahun 2008-2018. Konflik tersebut terjadi akibat mulai melunturnya kearifan lokal di masyarakat yang mulai ditinggalkan masyarakat. Faktor kearifan lokal seharusnya menjadi pemersatu masyarakat dalam segala situasi dan berkembangnya zaman yang mulai tidak ramah.

Pentingnya kearifan lokal ini ditegaskan sosiolog asal Amerika Serikat, Ted Robert Gurr, dalam bukunya Handbook of Political Conflict: theory and research (1990). Gurr mengatakan, konflik bisa dikendalikan dengan cara tidak saling mengganggu dan tidak saling merugikan. Jika semua masyarakat sadar akan hal tersebut tentunya tidak akan ada lagi konflik antar masyarakat. Pranata sosial juga harus kembali digelorakan untuk menjalin komunikasi yang harmonis antar masyarakat. Masyarakat harus mulai cinta dengan kearifan lokal dan melestarikan budaya milik bangsanya sendiri.

Loading...

Jadilah Orang Indonesia!

Radikalisme dan kekerasan mengancam masa depan Indonesia. Ingatlah apa yang disampaikan oleh Bung Karno. "Kalau jadi orang Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi Islam jangan jadi orang Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah menjadi orang Indonesia dengan adat dan budaya nusantara yang kaya raya ini". 

Maraknya paham radikalisme yang mulai menguasai sebagian masyarakat Indonesia menjadi ancaman yang nyata di depan kita. Namun nampaknya hal itu tidak akan dibiarkan terjadi oleh penjaga-penjaga Indonesia dari perpecahan, baik dari masyarakat maupun aparat. Spirit melestarikan budaya lokal menjadi salah satu pendeteksi dini dari paham-paham radikalisme.

Indonesia merupakan negara yang sangat multikultural. Negara dengan kekayaan alam yang amat besar terbentang dari Sabang hingga Merauke. Surga alam terhampar luas di dalamnya. Selain kekayaan alam Indonesia juga dianugerahi kekayaan yang jauh lebih besar berupa kearifan lokal, yakni bermacam-macam suku, kebudayaan, tradisi dan adat istiadat. Bahkan dapat dikatakan Indonesia adalah bangsa yang besar karena budaya, tradisi dan adat istiadat yang melimpah.

Ungkapan Sang Poklamator di atas menjadi sebuah teguran dan semangat besar kepada bangsa Indonesia. Betapa pentingnya kita mengakui dan menjaga identitas kita, menjaga tradisi dan kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Pesan tersebut harus benar-benar kita tanamkan pada diri masyarakat Indonesia. Tidak perlu menjadi orang lain dengan mengikuti identitas orang lain, cukup bangga untuk menjadi diri sendiri, menjadi orang Indonesia yang kental melestarikan tradisi, adat istiadat dan kebudayaannya. Kekayaan tradisi dan kebudayaan merupakan pondasi utama dalam menjalankan sebuah tatanan kemasyarakatan. Interaksi antar masyarakat satu dengan yang lain akan terjalin harmonis dengan sentuhan kebudayaan.

Jika kita kuat menjaga dan melestarikan budaya dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, maka bukan tidak mungkin paham radikalisme akan susah untuk berkembang di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masuknya paham radikal akan mendapatkan pintu besar jika kita lemah dalam menjalankan budaya lokal kita. Deteksi dini paham radikalisme itu akan lebih mudah dengan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya kearifan lokal di Indonesia mengajak kita untuk berjalan beriringan dalam masyarakat yang damai dan penuh toleransi. Hal tersebut akan sangat terlihat dan berbeda dengan paham radikal yang selalu mengajak untuk memecah belah dan menebar kebencian.

Tradisi Menjaga NKRI

Spirit dalam melestarikan kearifan lokal bukan menuntun kita kembali pada masa lampau. Namun mengajak kita untuk kembali kepada kebenaran (muroja'atul haq) yang telah dicontohkan oleh nenek moyang kita yang menjadi tradisi-tradisi yang demikian banyaknya di Indonesia. Adat istiadat serta tradisi seperti sedekah bumi, sedekah laut, tahlilan, kenduren, gunungan, jathilan dan segudang tradisi lokal lain dapat menjadi spirit lokal dan basis gerakan masyarakat dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hidup dari tradisi-tradisi yang diwariskan oleh leluhur kepada kita semua.

Semangat dalam menjaga tradisi dan keutuhan bangsa harus kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. KH Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah mengatakan "Kearifan lokal sebagai pondasi pembangunan karakter bangsa". Pandangan Gus Mus tersebut dapat kita jadikan sebuah rujukan dalam menjaga kearifan lokal dan menjaga bangsa Indonesia dari paham radikal. Dengan kearifan lokal yang kuat, maka akan terbentu karakter bangsa yang kuat. Jika karakter bangsa terbangun dengan pondasi yang kuat dengan landasan kebudayaan dan kearifan lokal bangsa maka akan sulit bagi paham radikal untuk masuk di Indonesia.

Berbagai upaya dapat kita lakukan untuk memperkokoh kearifan lokal dalam menjaga Indonesia. Menghidupakan kembali tradisi-tradisi yang telah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu menjadi cara ampuh untuk membentengi Indonesia dari paham radikal. Kearifan lokal harus mampu menjadi benteng yang kokoh bangi bangsa Indonesia dari ancaman nyata paham radikalisme yang kian masif mengancam jati diri bangsa. Masyarakat harus bersatu padu dalam melestarikan kearifan lokal, dan menjadi harga mati bangi masyarakat Indonesia untuk terus merajut persatuan dan perdamaian. 

Mari satukan langkah nyata dalam menjaga keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berlandaskan budaya lokal untuk memberikan perlawanan nyata kepada paham-paham yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia terlebih paham radikalisme.***

Penulis Peneliti di Pusat Studi Masjid dan Masyarakat (PSM2) Yogyakarta.

Sumber:http://harian.analisadaily.com






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]