Foto : Julis Suriani M.Ikom (Dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN SUSKA RIAU)

Loading...

MEDIALOKAL.CO - Retorika adalah seni berbicara dalam menyampaikan argumen  seseorang dengan tujuan untuk mempengaruhi khalayak ramai atau publik. Nah yang menjadi permasalahan banyak orang dalam menyampaikan argumen untuk publik menggunakan segala cara sampai pada titik memberi janji dan berkata bohong. Nauzubillah. Apalagi fenomena saat ini ketika pemilihan kepala daerah janji manis bertebaran dimana-mana, mengentaskan kemiskinan, menghilangkan ketidakdilan dan menghapuskan pengangguran. Tapi apa yang terjadi? Fakta yang terjadi bertolak belakang dengan argumen para pasangan calon ketika mereka mendapatkan kursi kemenangan. Padahal nilai perubahan dan kebangkitan ada disetiap pundak khalifah atau pemimpin, umat mempunyai harapan perubahan ke fase yang lebih baik. Menurut Yusuf Al-Qardhawi ada10 point dari garis-garis besar menegakkan kebangkitan, guna mengalihkannya menuju fase yang didambakan. 10 point yang dimaksud yaitu:

1. Dari format dan fenomena menuju substansi dan relaita

2. Dari diskusi dan perdebatan menuju pemberian dan aksi

3. Dari emosional dan kesemrawutan menuju rasionalitas dan keimliahan

Loading...

4. Dari cabang dan ekor menuju akar dan kepala

5. Dari mempersusah dan mempersempit menuju mempermudah dan pemberitaan gembira

6. Dari kepasifan dan taklid menuju ijtihad dan pembaharuan

7. Dari fanatik dan tertutup menuju toleransi dan terbuka 

8. Dari berlebihan dan melewati batas menuju moderat dan seimbang

9. Dari kekerasan dan kedengkian menuju kelembutan dan kasih sayang

10. Dari perselisihan dan permusuhan menuju persatuan kerja sama

 

Dalam islam retorika dinamakan Fannul Khitobah. Rasul-rasul adalah pembawa risalah dengan mempergunakan retorika untuk menyebarluaskan akidah dan keimanan kepada umat-umatnya. Rasul yang paling terkenal dalam mempergunakan retorika ini adalah Nabi Besar Muhammad SAW, karena hanya dalam masa 23 tahun saja dapat mengubah Jazirah Arab menjadi Negara aman makmur damai sentosa, tejalin dengan ukhwah islamiyah yang kukuh. Retorika Islam bukan hanya sekedar seni menyampaikan ajaran Islam secara lisan saja. Retorika Islam menurut penulis juga penyampaian secara keseluruhan baik itu lisan, tulisan, pemikiran, sikap, maupun tindakan yang bisa mengembalikan fungsi agama Islam sebagai rahmatan lil aalamin, rahmat bagi sekalian alam, baik muslim maupun non-muslim di muka bumi. Namun yang banyak terjadi dewasa ini bertolak belakang dengan retorika perspektif islam yang sebenarnya. Saat ini adu domba terjadi dan sampai pada titik menyinggung akidah sesorang, kebebasan berbicara dan tingkah laku yang tidak sesuai etika dan moral, masih banyak lagi yang dapat kita lihat dan saksikan bersama.

Retorika Islam tidak terbatas pada persoalan pidato atau percakapan, melainkan perilaku dan kebujakan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Karena sumbernya yakni Al-Qur’an dan sunnah. Islam merupakan agama yang komprehensif dan universal. Ia benar benar telah melahirkan ummatan wasathan yang telah berhasil mewujudkan peradaban manusia yang memukau.

15 prinsip utama yang menjadi akar retorika Islam selanjutnya, yaitu: 1. Beriman kepada Allah dan tidak mengingkari keberadaan manusia. 2. Meyakini wahyu dan tidak menafikan akal. 3. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material. 4. Memperhatikan ibadah syar'iyah dan tidak melupakan nilai-nilai moral. 5. Mengagungkan akidah dan menyebar toleransi dan kasih sayang. 6. Memikat dengan idealisme dan mempedulikan realita. 7. Mengajak kepada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat dan berhibur. 8. Berpikir universal dan tidak melupakan aksi lokal. 9. Semangat kepada modernitas dan berpegang teguh kepada orisinalitas. 10. Berorientasi futuristic dan tidak memungkiri masa lalu. 11. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah. 12. Mengumandangkan ijtihad dan tidak melampaui batasan permanen. 13. Menolak aksi terror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan. 14. Mengukuhkan eksistensi wanita dan tidak mengkikis martabat lelaki. 15. Melindungi hak-hak kaum minoritas dan tidak memarginalisasi kaum mayoritas.(sumber:www.filsafat.com).

Tujuan retorika dalam Islam adalah membujuk orang agar berbuat kebaikan dan mengenali kebenaran. Semua itu dilakukan dengan menyertakan unsur keindahan sehingga orang-orang ingin mempelajarinya. Alquran sendiri secara gaya bahasa begitu indah bagi kaum Arab. Berbeda dengan para orator, nabi Muhammad Saw mementingkan kebenaran sebagai unsur penting dari sebuah orasi atau ceramah dan memperhatikan unsur nonliteral, misalnya, gesture ketika berkata-kata. Para sahabat kerap mengenang momentum bersama Nabi SAW karena kata-kata beliau SAW terucap secara seimbang tidak terlalu lamban, pun tidak terlalu cepat sehingga mudah dihafal.

Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya)”.

Lidah tak bertulang, omongon bisa diputar balikkan. Tapi juga harus dipertanggungjawabkan. Mungkin didunia tidak menjadi tuntutan tapi diakhirat menjadi kewajiban. Apapun yang dilakukan oleh anggota tubuh dan yang dilakukan akan diminta pertanggungjawaban. Seni berbicara anda di depan publik mampu memporakporandakan hati seseorang, mengoyahkan keyakinan. Saat ini kita masih dimuliakan oleh Allah SWT, menutupi aib kita didepan manusia. Artinya Dia masih sayang dengan hambanya. Hanya dengan mengejar jabatan semata, kita menghalalkan segala cara. Mengaku bermartabat namun menginjak kaum minoritas, mengaku punya sikap toleran namun sanak keluarga tak dihiraukan. Muhasabah diri.

Sudah jelas dan nyata bahwasanya kita sebagai umat muslim harus menjaga lisan, mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik. agar tidak ada lagi perpecahan, permusuhan, rasa iri dan dengki terhadap sesama umat. Belum lagi di campuri dengan segelintir orang yang mempunyai kepentingan, dengan membangun opini publik. Sehinga menyebabkankan perpecahan.   

Masukan permasalahan yang timbul dari suatu proses mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual yang diridhai oleh Allah dan proses mewujudkan masyarakat bahagia dunia-akhirat adalah tanggung jawab kita bersama. (*)

PENULIS : Julis Suriani M.Ikom

Dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN SUSKA RIAU

*Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis sepenuhnya. 

 

 






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]