Menurut Tito Karnavian, OTT Bukan Prestasi Hebat karena Sangat Mudah


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Mendagri Tito Karnavian mengatakan pelaksanaan pilkada (pemilihan kepala daerah) secara langsung selama ini menyebabkan biaya politik yang tinggi. Dampaknya, saat menjabat si kepala daerah berupaya mengembalikan modal saat pilkada, dengan cara korupsi.

Karena itu, kata Tito, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap kepala daerah bukan prestasi yang hebat.

“Nah, kemudian politik biaya tinggi untuk calon kepala daerah. Bagi saya yang mantan penegak hukum, OTT kepala daerah bukan prestasi yang hebat. Kenapa? Karena sistem itu membuat dia (harus) balik modal,” kata Tito saat rapat kerja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11).

Mantan Kapolri itu mengatakan, sebenarnya dengan menggunakan teknik-teknik intelijen maupun investigasi, untuk menarget kepala daerah itu sangat mudah sekali.

Loading...

Sebab, ujar dia, sistem politik seperti ini menciptakan kepala daerah untuk tetap korupsi. “Jadi kita sudah menciptakan sistem yang membuat kepala daerah itu tetap korupsi,” ungkap Tito.

Lebih jauh Tito pun mengklarifikasi maksudnya untuk mengevaluasi pilkada langsung yang banyak diartikan mengembalikan lewat DPRD. Menurut dia, ada dampak positif dan negatif dari pilkada langsung. “Sehingga usulan yang saya sampaikan bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi,” katanya.

Menurut Tito, evaluasi pilkada langsung bukan suatu yang haram. Dia menegaskan setiap kebijakan publik yang menyangkut kepentingan nusa bangsa perlu dievaluasi.

Tito menambahkan evaluasi harus dilakukan lewat kajian akademik. Tidak bisa hanya lewat kajian empirik atau pengalaman. “Kajian empirik ini bisa bias atau menyimpang sehingga perlu kajian akademik,” ujarnya.

Menurut Tito, kajian akademik diperlukan karena memiliki metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan dengan data kuantitatif maupun kualitatif, dan gabungan keduanya.

Tito mencontohkan misalnya melakukan survei di masyarakat apakah setuju pilkada langsung atau tidak. Termasuk menanyakan kepada yang sudah diproses hukum atau yang terkena OTT.

“Saya yakin mereka diajak interview akan lebih terbuka. (Misalnya) keluar-keluar (biaya) sekian, berani dia ngomong. Kalau yang belum tidak akan mungkin cerita,” jelasnya.

Nah, Tito berujar, sebenarnya ini bahan bagus untuk dijadikan kajian akademik. Terlebih lagi kalau kajian akademik itu dilakukan oleh institusi yang kredibel, memiliki reputasi bagus, objektif dan dikenal. Menurut Tito, mungkin saja nanti hasil riset itu adalah pilkada langsung lebih baik dilakukan.

Tito mengatakan, jika temuan riset menyatakan pilkada langsung manfaatnya lebih baik daripada mudaratnya, harus dihargai.

“Problemnya adalah bagaimana mengurangi dampak negatifnya, potensi konflik, kemudian tindak pidana korupsi,” katanya.

Menurut Tito, solusinya antara lain misalnya apakah dengan menaikkan gaji atau tunjangan bagi kepala daerah terpilih sehingga tidak korupsi lagi. Terlebih lagi, ujar Tito, ada beberapa kepala daerah menyampaikan supaya diberikan tunjangan agar potensi korupsi berkurang. “Ada yang menyampaikan demikian,” tegasnya.

Lebih lanjut Tito menyatakan kalau seandainya dalam temuan kajian akademik pilkada langsung dianggap lebih banyak negatifnya berarti harus ada sistem yang lain. Menurut dia, salah satunya dengan sistem asimetris. Dia menegaskan kalau sistem ini digunakan berarti harus membuat index democratic maturity atau kedewasaan demokrasi di tiap daerah dengan variable tertentu yang menjadi indikator.

Ditegaskan lagi bahwa dirinya tidak menyatakan pilkada harus kembali ke DPRD. “Yang saya katakan adalah perlu melakukan evaluasi karena ada dampak positifnya, dampak negatif juga ada," kata Tito Karnavian. (*)


sumber : jpnn.com
https://m.jpnn.com/news/menurut-tito-karnavian-ott-bukan-prestasi-hebat-karena-sangat-mudah?






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]