Memahami Istilah Hoaks dan Salah Informasi di Tengah Wabah Corona


Loading...

MEDIALOKAL.CO – Ada banyak informasi simpang siur terpublik ke internet mengenai wabah COVID-19. Sosial Media paling diwanti-wanti jika ada informasi apapun terkait corona. Masyarakat harus bijak saat disesak dengan kabar yang belum tentu benar. Dan para penyebar sangat berpotensi untuk dikerangkeng dalam jeruji besi.

Penyebar hoaks atau berita bohong terancam hukuman kurungan hingga enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 Miliar karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Eletkronik (UU ITE). Menurut Pengamat Media Sosial Enda Nasution, UU ITE memang cocok dipakai untuk menjerat para penyebar hoaks. Namun, perlu digarisbawahi, harus ada pembedaan antara disinformasi dan misinformasi terutama jika dikaitkan dengan urusan hukum.

informasi palsu atau hoaks yang dibuat dengan sengaja dan bertujuan untuk menimbulkan kerugian, maka disebut disinformasi. “Ini sebenarnya yang disebut hoaks itu dan bisa dituntut secara hukum,” kata Enda, seperti dikutip dari cnnindonesia.com. Sedangkan misinformasi adalah  penyebaran data, berita yang salah atau tidak akurat tanpa ada niat jahat dan tidak disengaja.

Biasanya misinformasi merupakan kegiatan penyebaran ulang informasi hoaks yang terlanjur sudah beredar di media sosial. Misinformasi juga biasanya terjadi akibat penyampaian informasi dari mulut ke mulut yang memungkinkan penambahan atau pengurangan informasi.

Sederhananya informasi salah, tapi bukan hoaks. Setiap informasi, data, berita yang salah atau tak akurat, tanpa didasari maksud jahat (ketidaksengajaan), tidak merugikan. Misalnya, ada pejabat mengatakan ke publik bahwa ada korban meninggal tapi negatif corona. Ternyata dua minggu kemudian korban positif, berarti info pertamanya salah. “Ini Misinformasi tapi bukan hoaks,” lanjutnya.

Pelanggaran berita hoaks atau bohong diatur dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bunyi pasal tersebut adalah, ‘setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik’. Pelanggar ketentuan pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi yang tercantum dalam dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE dengan dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar. (*)







Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]