Tentang Istilah Mahkamah Kalkulator yang Disinggung BW


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW), menyinggung istilah mahkamah kalkulator saat mendaftarkan gugatan hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apa maksud mahkamah kalkulator?

Awal mula istilah mahkamah kalkulator ini muncul pada 201. Saat itu Tim Advokasi pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail, menyinggung MK sebagai kalkulator KPU.

"Banyak kecurangan yang terjadi di Pilpres. Itu kan hanya typo error. MK bisa melihat lebih dari itu, jangan degradasi tugas MK hanya jadi kalkulator KPU," ucap Maqdir saat menjelaskan sejumlah hal yang janggal dalam berkas gugatan atas hasil Pilpres 2014 yang diajukan Tim Prabowo-Hatta ke MK, Minggu (27/7/2014).

Sindiran terhadap MK sebagai kalkulator juga muncul dari Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjadi saksi ahli tim Prabowo-Hatta. Yusril saat itu mengkritisi kewenangan MK dalam memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum.

Loading...

Saat itu, Yusril mengatakan MK adalah lembaga yang diberi kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu menurut pasal 24c ayat 1 UUD 1945. Namun, ketika UU 23 tahun 2003 tentang MK disusun, saat itu disederhanakan kewenangan MK menjadi semata-mata perselisihan terkait penghitungan suara.

"Kalau hanya ini kewenangan MK yang dirumuskan pada saat itu, maka mendekati kebenaran bahwa MK hanya akan menjadi lembaga kalkulator," ujar Yusril dalam kesaksian di gedung MK Jl Medan Merdeka barat, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Sindiran mahkamah kalkulator kembali muncul pada September 2014 dari Hidayat Nur Wahid, yang merupakan Ketua Fraksi PKS saat itu. Hal itu diucapkan Hidayat terkait judicial review UU Pilkada yang menetapkan kepala daerah dipilih melalui DPRD.

"Nggak perlu ada yang merasa khawatir, nanti yang akan menguji MK. MK diberi kewenangan untuk menguji UU. Kami berkeyakinan MK kan memang bukan mahkamah kalkulator, mereka pasti paham konstitusi," ujar Hidayat, Minggu (28/9/2014).

Istilah mahkamah kalkulator juga kembali muncul saat MK menangani gugatan hasil Pilkada 2015. Saat itu, muncul kritik terkait syarat terpenuhi atau tidaknya ambang batas pengajuan permohonan penyelesaian perselisihan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU No. 8/2015 dan Pasal 6 Peraturan MK No 1/2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan MK nomor 5/2015.

Pengamat Hukum Tata Negara yang juga pengajar di Program Pascasarjana UGM, Refly Harun, saat itu menyebut dibandingkan mempersempit cara penentuan selisih suara melalui Peraturan MK No 5/2015, mengenyampingkan Pasal 158 UU No. 8/2015 untuk kasus-kasus tertentu yang yang signifikan mempengaruhi hasil pilkada jauh lebih bijak. 

"Misalnya kasus-kasus tidak terpenuhinya persyaratan pencalonan yang baru diketahui belakangan atau terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Sikap ini, selain konsisten dengan putusan-putusan MK selama ini yang lebih mengedepankan keadilan substantif ketimbang keadilan prosedural, juga tidak menghapuskan peran MK sebagai penjaga konstitusi," tulis Refly pada 17 Januari 2016.

"Sebagai penjaga konstitusi, selama ini MK menolak menjadi "mahkamah kalkulator", yang mengadili sengketa pilkada hanya didasarkan pada hitungan-hitungan angka belaka, apalagi angka yang sudah dibatasi," sambungnya.

Kini, istilah mahkamah kalkulator kembali muncul. Adalah BW yang menjadi ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga yang mengungkit kembali istilah itu.

"MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik," kata BW setelah mengajukan permohonan gugatan hasil pilpres ke MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). 

 


Sumber: detik.com






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]