Menjadi Muslim Millenial di Era Industri 4.0

Foto : Selviani

Loading...

Medialokal.co - Kita sekarang memasuki zaman yang sangat berbeda dengan orang tua kita dahulu. Zaman yang akan kita lihat didepan berbeda dengan zaman yang sedang kita saksikan sekarang. Semua berubah begitu cepat. Apa yang dulu diandalkan manusia, semakin hari semakin tidak berarti. Zaman orang tua kita dahulu, lulus SMA sudah sangat keren sekali, diperebutkan oleh beberapa lembaga dan instansi. Diwaktu kemudian lulusan SMA sudah tidak lagi cukup, minimal sarjana muda. Tidak lama kemudian menjadi sarjana muda (D3) tidak lagi dapat diandalkan karena orang mencari S1. Tidak lama kemudian jadi S1 adalah suatu beban baru yaitu banyaknya pengangguran-pengangguran intelektual yang kita lihat sekarang. Tidak lama kemudian bahkan untuk menjadi dosen minimal S2 paling tidak. Untuk menjadi kepala sekolah SMA sekarang sudah kebanyakan S3. Mau ngejar S berapa lagi? Apakah sampai S9 seperti smartphone Samsung?. 

Era kita ini bisa kita sebut sebagai era disruptif (era yang menumbangkan sistem lama diganti yang sangat baru). Perusahan Taxi terbesar didunia sekarang sudah tidak punya satu mobilpun, hanya mempunyai aplikasi. Perusahaan hotel penyedia kamar terbesar didunia, itu tidak punya satu kamarpun, Cuma punya satu aplikasi. Toko buku terbesar didunia itu tidak punya satu gerai jual buku secara fisik (Amazon.com).

Dulu orang membeli buku karena memerlukan ilmunya. Sedangkan sekarang orang mencari informasi bukan dibuku lagi tetapi di google. Fas’alu google in kuntum laa ta’lamun :D luar biasa sekali kita dimudahkan oleh tekhnologi hari ini. Sudah sangat jarang sekali orang dizaman sekarang ingin mengetahui sesuatu dengan membeli buku. Buku dizaman sekarang ini bukan wahana mencari ilmu tetapi tanda pertalian hati antara penulis dan pembaca-pembacanya. Orang sudah tidak lagi membeli buku karena isinya apa, tetapi ngefans sama penulisnya. 

Dunia berubah sekali. Sekarang yang bermain bukan hanya konten melainkan juga konteks. Tetapi kita juga mengalami perubahan luar biasa. Disatu sisi kita mengalami era disruptif, disisi lain juga ada perubahan didunia dakwah yang harus kita syukuri. Bahwa sekarang ada tekhnologi yang bermata dua disatu sisi dia memudahkan disatu sisi bisa menjadi jalur kebinasaan. Tapi kalau diperhatikan, pada era tahun 80’an di sekolah-sekolah umum belum diwajibkan menggunakan hijab bagi siswa perempuan dan langka sekali wanita muslimah menggunakan hijab yang syar’i. Dahulu memakai gamis dan koko itu bisa dibilang aneh, sekarang dizaman now, see? Sudah banyak artis instagram muslimah (selebgram) yang menjadi influencer didunia fashion hijab yang sudah banyak diikuti oleh muslimah-muslimah millennial. 

Loading...

Ketika Habiburrahman El-Shirazy atau yang kita kenal dengan Kang Abik menulis novel Ayat-Ayat Cinta dan difilmkan, dimana aktor yang bernama Fachri menjadi viral. Dunia fashionpun mengikuti trend pakaian mengikuti tokoh idola tersebut yaitu baju koko ala Fachri. Zaman berubah dan selera berubah. Dizaman now juga, yang menggunakan hashtag hari patah hati nasional (#haripatahhatinasional) paling hits bukan pernikahan artis lagi, tetapi pernikahan Hafidz Quran yaitu Muzammil Hasballah. MasyaAllah tabarakarrahman, selera masyarakat mulai membaik. Jika dahulu ada ikhwan yang ingin melamar akhwat yang ditanyain pertama kali adalah kariernya apa, mapan atau tidak. Tetapi sekarang berbeda. Yang ditanya orang tua dizaman sekarang bukan kariernya lagi tetapi yang ditanya “Nanti saat akad nikah bisa baca surah Ar-Rahman?”. 

Dunia berubah. Dalam sisi dakwah ada sesuatu yang berubah demikian juga dalam sisi tekhnologi ada sesuatu yang berubah. Apa yang harus kita lakukan pada kondisi seperti ini? Yaitu milikilah sesuatu yang tidak pernah berubah nilainya dan harganya. Semua yang diandalkan bisa menjadi usang, gelar sarjana dan ijazah akan usang. Bayangkan 10 tahun yang akan datang, pekerjaan-pekerjaan bisa digantikan dengan mesin dan robot. Bahkan ada ramalan, kelak manusia akan bersaing dengan robot. Jadi, dizaman yang seperti ini apa yang harus kita miliki? Sesuatu yang harganya tidak pernah turun, naik terus yaitu akhlak dan adab. Menghadapi zaman milenial, kita memerlukan akhlak dan adab yang tidak pernah turun nilainya. 

Siapkah kita sebagai pemuda? Membina akhlak dan adab kita sebagai satu perkara yang paling penting. Sesuatu yang tradisional masih akan menjadi sesuatu yang bernilai bagi manusia yang selalu menjunjung tinggi akhlak dan adab. Akhlak dan adab kepada orang tua, guru, dan teman sebaya. Ini yang akan menjadikan kita seseorang yang terbaik. Bangun integritas kita, akhlak yang baik, disiplin yang kokoh, tata karma yang indah, memuliakan sesama, tawadhu. Dan kita tidak perlu khawatir mengenai tantangan zaman era 4.0, 5.0, bahkan sampai 9.0 kelak. Karna yang namanya akhlak dan adab yang baik tidak akan pernah bisa ditiru robot dan mesin yang sangat canggih sekalipun. Itulah yang akan menjadi kemuliaan yang tidak akan pernah lekang dimakan waktu. InsyaAllah. (*) 

 

Karya : Selviani. 

Tentang Selviani : lahir di Belantaraya pada tanggal 21 November 1994. Pendidikan Dasar di MIN Tembilahan, dilanjutkan ke MTsN 094 Tembilahan, dan pendidikan menengah di SMAN 1 Tembilahan Hulu. Pendidikan tinggi ditempuh di UIN Suska Riau jurusan Pendidikan Ekonomi sedangkan program magister ditempuh di Universitas Negeri Padang jurusan Magister Pendidikan Ekonomi yang selesai pada tahun  2018 awal. 

 

(Jun) 






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]