Opini

Bijak, Realistis, Optimis dalam Menyikapi Kesejahteraan Petani Kelapa Inhil

Zainal Arifin, S.E, M.E

Loading...

Medialokal.co - Menyikapi kondisi harga ekonomi, keadaan perkelapaan beberapa hari ini, kita itu harus bijak, realistis, positif, dan optimis, itu yang harus dilakukan. Kalau kita bicara kesejahteraan petani, apa indikator-indikator kesejahteraan petani, itu bermuara dari NTP (Nilai Tukar Pertanian). Kalau nilai tukar pertanian, apabila jumlah pendapatan mereka lebih besar dibandingkan jumlah produksi mereka, pendapatan mereka bertambah yang artinya mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup, tapi apabila NTP mereka rendah, jumlah pendapatan pertanian mereka lebih kecil dibanding biaya produksi, maka mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Pertanyaannya adalah seperti apa kondisi sekarang? Kondisi hari ini, jumlah pendapatan mereka lebih kecil daripada  jumlah biaya produksi sehingga pendapatan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, tidak bisa mengimbangi, nah ini bisa dikategorikan mereka tidak sejahtera. Kenapa  mereka tidak sejahtera? banyak faktor yang turut menyertai hal tersebut, ada faktor eksternal pertama, contoh masalah pasar dunia, pasar dunia hari ini lesu, pertumbuhan ekonomi dunia itu lemah, daya beli masyarakat dunia itu rendah. Yang kedua, kondisi sekarang ini diperparah dengan adanya perang dagang antara China dengan  Amerika, yang imbasnya adalah terganggunya permintaan pasar. Dan yang ketiga adalah sekarang kondisinya adalah persaingan pasar bebas. Kita tidak bisa mencegah bahwa barang produk-produk dari luar negara lain masuk ke Indonesia, misalnya dari Thailand produknya masuk ke Tembilahan Indonesia, dari Malaysia masuk, dan hal itu kita tidak mencegah karena itu merupakan konsekuensi pasar bebas, kenapa barang mereka masuk kita yang beli, harusnya barang kita diekspor keluar mereka yang beli, dan hal itu juga menandakan bahwa kita tidak siap dengan persaingan ekonomi ASEAN ini, kita belum siap.

Lalu selanjutnya, kita harus sadar bahwa persaingan minyak kelapa ini bukanlah satu-satunya sumber minyak goreng, masih ada kompetitor lain, seperti minyak sawit yang sedang massive juga, harga sekarang  sudah bagus, dan juga seperti minyak kedelai. Ada kompetitor lain sehingga kita tidak bisa memaksakan bahwa sumber utama masalah ini apa. 

Saya sampaikan bahwa yang menjadi juga persoalan kita adalah pembangunan infrastruktur pertanian. Pembangunan infrastruktur pertanian yang saya maksudkan itu, saat ini petani kita, pengusaha kita itu tidak bisa melakukan ekspor langsung yang mana itu juga salah satu penyebabnya, Pelabuhan kita belum punya, pelabuhan yang bisa digunakan masyarakat untuk melakukan ekspor langsung penumpang ke provinsi lain. Jadi harga beli pengusaha rendah karena mereka mengeluarkan biaya lagi untuk proses loading ke luar negeri. Saya dengar sudah ada upaya pemerintah daerah untuk memfungsikan atau menjalankan atau memberdayakan Pelabuhan parit 21 tersebut kita tunggu nih nanti aksinya sejauh apa.

Loading...

Kita juga jangan lupa bahwa selain masalah-masalah eksternal, kita juga punya banyak masalah internal, misalnya regenerasi petani. Data survei sensus antara nasional tahun 2014 sampai 2018, 80% petani kita itu di atas usia 45 tahun, petani kita itu sekarang pada usia yang tidak lagi produktif. Lalu kita hubungkan dengan kesejahteraan, dan petani kita hubungkan muaranya produktivitas. Kita sekarang krisis petani muda juga, sebagai generasi muda, sekarang jadi petani mikir mikir karena alasannya belum sejahtera, kenapa belum sejahtera? karena banyak persoalan-persoalan di hulu, hulu itu apa saja? dari kebunnya pasca perawatannya, bibitnya, pasca panennya, panca usaha tani nya.

Di Indonesia bagaimana ? pemerintah ada nggak janji, kalau hari ini masyarakat mengejar menuntut pemerintah, mungkin pemerintah pernah berjanji untuk meningkatkan harga atau meningkatkan taraf hidup petani. Saya sampaikan bahwa dan saya ingatkan ke pemerintah jangan tumbalkan petani demi pencitraan, demi simbol, kita adalah negeri hamparan kelapa tapi kita setelah mendorong petani menanam kelapa tapi tidak diimbangi dengan mencarikan alternatif pasar yang lebih luas, yang lebih kompetitif, jadi petani jangan ditinggalkan setelah mereka diarahkan untuk menanam kelapa, meningkatkan produktivitas, setelah panen mereka bingung mau jua ke mana hasil kelapa tersebut. Kalau seperti itu pemerintah harus bertanggung jawab ke mana nih kelapa yang harus ditanam oleh petani. Tolong jawab kalau itu ada alasan dari pemerintah siapa yang suruh tanam, yang mengarahkan pemerintah setelah nih penjualnya ke mana, Dan ini silakan mereka yang menjawab kalau memang ada janji politis dia di area itu, tapi kita tidak boleh juga semata-mata membebani pemerintah untuk meningkatkan pendapatan, petani harus ada alternatif lain misal intensifikasi tanaman, pada tanaman sela bisa nggak kondisi kelapa hari ini yang murah kita cari tanaman alternatif yang bisa meningkatkan pendapatan, muaranya kan pendapatan meningkat kesejahteraan meningkat, apa contohnya ? mungkin tanaman pinang di serius kan, ada tanaman porang bisa dibudidayakan, atau ada tanaman kencur atau pisang. Jadi saya ingin menyampaikan kepada petani ingat dan saya sampaikan kepada pemerintah juga ingat tanamlah komoditas yang dibutuhkan pasar bukan yang kita inginkan, karena yang kita pikirkan itu pascapanen, ada nggak yang mau beli, jadi kalau kita buru-buru dorong masyarakat tanam ini tanam itu akhirnya nanti setelah panen bingung mau jualnya nanti.

Kembali lagi ke pemerintah, pemerintah punya tanggung jawab, punya peranan yang besar untuk pertama mencarikan akses pasar, yang kedua adalah masalah pembiayaan, petani itu mereka jangan ditinggal . Setelah itu untuk masalah internal itu, petani harus berani diversifikasi produk Hilir misal saat ini saya dengar ya dari kawan-kawan pemain kopra putih tingginya permintaan pasar akan produk kopra putih, kalau itu misalnya tinggi produk, pemerintah berkewajiban juga membantu petani untuk mendorong Bagaimana dengan penyuluhan  jumlahnya mampu memberdayakan petani melahirkan atau memproduksi kopra putih yang standar ekspor. 

Bagaimana petani kita mampu membangun produk-produk Hilir ?, jadi hulu hilirnya harus kita pikirkan dan petani juga harus meningkatkan keterampilan. Pertama memahami juga dengan kondisi yang sekarang serba digital mencari informasi keluar, memahami juga apa yang dibutuh pasar. Bisa pasar hari ini membutuhkan kelapa panennya yang tidak terlalu tua, misalnya 2 bulan sekali. Petani nya sendiri harus punya kesadaran awareness, pemerintah juga berperan dengan penyuluhan penyuluhannya baru semua elemen masyarakat itu punya peran masing-masing, jadi kita semua punya tanggung jawab moral sosial untuk sama-sama meningkatkan pendapatan petani, antara kesejahteraan petani. Ini saya sampaikan bahwa di sinilah perlu kelembagaan petani itu diperkuat kelembagaan petani petani kelapa ini memiliki Asosiasi, lalu mendirikan koperasi, karena sekarang dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) kurang dari 6%. Dengan kelembagaan yang kuat mereka bisa mencari akses pasar, dengan koperasi mereka bisa ajukan dana kur pembiayaan, jadi memang fungsi kelembagaan petani ini sangat berperan, sangat dibutuhkan, jadi mungkin pemerintah melalui Dinas Koperasi mendorong terbentuknya Koperasi di setiap desa misalnya, nah ini mungkin bisa juga diberdayakan untuk meningkatkan tahap itu. 

Jadi saya pikir terkait dengan masalah perkelapaan ini banyak, cukup Kompleks masalahnya, tidak bisa serta-merta kita meminta pertanggungjawaban pemerintah kecuali ada janji pemerintah. Untuk itu silakan itu utang pemerintah kalau mereka berjanji tapi kita semua harus berpikir bagaimana semua elemen masyarakat semua kelompok itu berpikir bagaimana caranya kita mencarikan solusi agar Komoditas pertanian yang kita kembangkan yang ditimbulkan di Kabupaten Indragiri hilir itu kedepan itu bagaimana pasar yang jelas. 

Jadi saya menyimpulkan bahwa petani, pemerintah, pengusaha, dan dari semua kita untuk jangka panjang pemerintah harus punya roadmap atau master plan jangka panjang tentang mau dikemanakan komoditas pertanian Indragiri Hilir. 

 

Opini : Zainal Arifin, S.E, M.E. 

 

Editor : Jun






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]