ARTIKEL

Protokol Kesehatan adalah Kebutuhan dan Kebiasaan (Belajar dari Kampung-kampung di Indragiri Hilir)


Loading...

MEDIALOKAL.CO - Sudah lebih tiga bulan kita begitu fasih menyebut frasa “Protokol Kesehatan”. Frasa ini banyak digunakan sejak awal dimasa pencegahan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Protokol Kesehatan bermakna serangkaian aturan menjaga kesehatan yang harus dilaksanakan secara pribadi dan bersama-sama dengan penuh kesadaran. Dengan taat mematuhi protokol kesehatan diharapkan akan dapat membatasi dan memutus rantai penyebaran virus dan bakteri yang bisa menyebabkan terjadi penularan penyakit secara masif dan massal. Kebersihan pribadi dan lingkungan, menjaga kontak fisik, menjaga kesehatan tubuh, etika batuk dan bersin, menghindari pemakaian perlengkapan pribadi bersama-sama. Kesemuanya itu menganjurkan kita semua menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Sudah lebih tiga bulan kita hiruk pikuk  dengan frasa “jangan menyerah”, “jangan kendor“, “jangan lelah”, “jangan terserah” yang digunakan untuk memberikan motivasi kepada kita semua menghadapi pandemi Covid-19. Lebih tiga bulan kita rasakan hidup ini “sedikit banyak” agak tertekan karena merasakan hilangnya kebebasan.  Sejenak mari kita belajar kearifan lokal (local wisdom) yang sudah terpelihara dalam kehidupan sehari-hari. Kita belajar beberapa protokol dari kehidupan rumah panggung yang dibangun diantara hamparan barisan pohon Kelapa pada kampung-kampung di parit-parit negeri Indragiri Hilir, Negeri Hamparan Kelapa Dunia. Dimana tatanan kehidupan yang penuh kesederhanaan dan sarat makna baik yang tersirat maupun tersurat.

Dengan memanfaatkan air tanah gambut yang bening berwarna merah cokelat-kecokelatan dari perigi (sumur), itulah air bersih disamping air hujan. Perigi yang dangkal menjadi sumber mata air untuk mandi dan mencuci serta air minum. Mandi merupakan kebutuhan rutin setiap hari dengan air gambut yang bening dan sejuk. Namun jika hendak pergi ke masjid ataupun surau, majelis jemputan, pergi dan pulang dari pasar atau pekan, pulang dari bekerja dari kebun ataupun ladang mereka sudah terbiasa untuk mandi supaya tubuh bersih dan senantiasa segar.

Untuk menjaga kebersihan tangan dan kaki dekat anak tangga beranda rumah sudah tersedia tempayan (takar). Sebelum menaiki beranda rumah sudah menjadi kebiasaan untuk mencuci tangan dan kaki dari air ditempayan dengan gayung tempurung kelapa. Kadangkala juga sabun batangan untuk membantu membersihkan bau dan noda. Kebiasaan ini bukan saja dilaksanakan tuan rumah tetapi juga tamu yang bertandang. Tempayan bagian dari wastafel dikampung-kampung Indragiri Hilir. Walaupun rumahnya tidak megah dan mewah tetapi bersih dan enak dipandang.

Loading...

Jika hendak berpergian maka sapu tangan setia di saku baju ataupun celana untuk menutupi hidung dan mulut dikala batuk ataupun bersin. Jika tidak enak badan biasanya membawa handuk kecil untuk menyeka peluh (keringat). Jika hendak ke Mesjid ataupun Surau memakai syal ataupun serban serta sajadah. Bagi kaum perempuan tidak lupa menggunakan selendang bukan semata-mata untuk menutup aurat tetapi juga untuk menutup mulut jika berbicara maupun ketawa. Kesemuanya itu untuk menjaga agar percikan cairan tubuh tidak mengenai orang lain. Maka sangatlah tercela jika meludah sembarangan tempat apalagi dihadapan orang.

 Menjemur Kasur, bantal, tikar dibawah teriknya matahari serta dipukul dengan sapu lidi ataupun rotan supaya hama dan kuman tidak bersarang. Memerun sampah dedaunan, tebasan rumput, pelepah, ranting kayu supaya pekarangan bersih tidak beselamak piak. Asap dari perun yang dibuat untuk menghalau nyamuk dan agas serta serangga sekaligus membunuh kuman-kuman yang hinggap ditanaman. Dimusim penghujan menggunakan bara arang tempurung ataupun bakau untuk mengganggang tangan ataupun kaki supaya tidak kedinginan menghidari penyakit tidak mudah menyerang.

Jika ke pasar atau ke hari pekan serta tempat keramaian selalu menghindari berdesak-desakan dan saling bersenggolan. Hal ini dilakukan untuk menghindari saling bersentuhan antara laki-laki dan perempuan sehingga akhlak terjaga dan hidup tidak tercela. Jika berjalan bersama-sama sangatlah jarang sejajar ataupun saling berdampingan.  Menjaga diri dari serangan hewan ataupun menghindari diri dari kecelakaan bersamaan.

Kebersahajaan kehidupan masyarakat kampung-kampung di Indragiri Hilir menyadarkan kita bahwa hidup bersih adalah kebutuhan bukan paksaan. Cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, menjaga kesehatan sudah ada dalam kehidupan masyarakat di kampung-kampung Indragiri Hilir dalam bentuk yang sederhana penuh dengan kearifan. Semuanya dilakukan sebagai tatanan kehidupan yang dijaga dan dipelihara bersama-sama secara turun temurun sebagai suatu kebiasaan. Maka janganlah heran jika kita melihat orang di kampung-kampung Indragiri Hilir usianya tua tetapi tidaklah renta, umurnya panjang tetapi tidaklah uzur.

Masa ini kita menyongsong kehidupan tatanan kehidupan baru atau New Normal untuk mengendalikan wabah Covid-19 ataupun penyakit lainnya. Sebenarnya tidak ada hal yang baru membuat kita terkaget-kaget dan berat rasa hati untuk menerapkan Protokol Kesehatan. Mungkin karena kita belum menemukan makna sesungguhnya dari frasa “Protokol Kesehatan”.  Atau karena sedang mencari arti kata “Protokol Kesehatan” seketika hanya terbayang tentang seorang protokol berparas molek bersuara bening yang senantiasa sehat sedang memandu acara. (*)

#Inhilnanmolek

PENULUIS : Junaidy bin Ismail Abdullah, yang lahir di tepian Sungai Igal pernah tinggal ditepian  Sungai Pelanduk, Gangsal,  Reteh, Ibu Mandah, Sapat Dalam. Masa ini bermukim antara Parit 14 dan 15 Tembilahan di tepian Sungai Indragiri.






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]