DPP GMNI: Pemindahan 7 Tahanan Politik Papua, Tidak Melihat Sisi Kemanusiaan

Bung Dody Nugraha

Loading...

Oleh Bung Dody Nugraha
Wakil Ketua Bidang Perundang-Undangan dan Advokasi Kebijakan
DPP GMNI 2019 - 2022


Mereka bukan teroris, bahkan seorang radikalis.
Mereka bukan seorang rasis, bahkan misionaris.
Mereka tidak lebih daripada aspirasi politik.
Dan tidak mengancam jiwa para hakim.

Sejak jatuhnya pemerintahan otoriter Presiden Soeharto pada 1998 di Indonesia membuat kemajuan penting dalam memperkuat demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) di antaranya: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Kriminalisasi menjadi salah satu yang kini kerap terdengar di ruang publik. Kata kriminalisasi terucap kali ini pada perkara 7 tahanan politik Papua.

Pada tanggal Tanggal 14 Agustus 2019 lalu mahasiswa Papua berdiskusi membahas Newyork Agreement dikarenakan keesokan siangnya mereka berencana melakukan aksi di Surabaya. Tanggal 15 Agustus 2019 ditemukan bendera merah putih dalam keadaan lusuh di parit depan asrama mahasiswa Papua oleh masyarakat yang kemudian memancing kemarahan masyarakat dan beberapa ormas. Terjadi pelemparan batu dan ucapan "pengusiran terhadap mahasiswa Papua." Namun ada sedikit kejanggalan, berdasarkan pengakuan mahasiswa mereka tidak ada memasang bendera merah putih di depan asrama mereka. Alhasil mereka batal melaksanakan aksi karena intimidasi dan diskriminasi rasial dari masyarakat sekitar.

Pada tanggal 19 Agustus 2019, kejadian intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya ini memancing keresahan mahasiswa dan masyarakat Papua. respon dari tragedi Surabaya memancing protes besar-besaran di Papua. Manokwari menjadi daerah yang pertama kali melaksanakan aksi protes, aksi ini diprakarsai oleh mahasiswa yang kemudian merangkul kelompok masyarakat. Aksi berjalan lancar dan damai. Aksi terus meluas ke berbagai daerah di Papua. 29 Agustus 2019 puncak demonstrasi di Papua terjadi di kota Jayapura. Aksi menciptakan bentrok berkepanjangan.

Kemudian pada bulan September 2019 beberapa orang yang dianggap berperan dalam aksi protes pertama di Papua dianggap bertanggung jawab atas segala kerusuhan yang terjadi di Papua. Serta terlontar secara verbal ucapan referendum dan Papua Merdeka. Oleh karena itu gerakan penentangan rasisme mulai diframing sebagai upaya Makar.
Mereka ditangkap tidak dalam kondisi aksi (tangkap tangan) melainkan penjemputan oleh pihak kepolisian namun tanpa surat penangkapan.

Hingga saat ini 7 Tahanan Politik (Tapol) Papua dipindahkan ke kota Balikpapan dengan alasan keamanan. Bahwa penilaian kepolisian ini terlalu subjektif dikarenakan beberapa persidangan telah dilaksanakan di Papua dan berjalan lancar tanpa kerusuhan. Selain itu, pemindahan ini menyalahi kewenangan relatif pengadilan negeri. Para Tapol tak seharusnya bersidang di kota Balikpapan, karena kota Balikpapan bukan merupakan wilayah tempat terjadinya perkara.

Secara penerapan berdasarkan Pasal 85 KUHAP terhadap kasus dari 7 Tahanan Politik Papua tidak sesuai prosedur dan ini masuk pada kategori dugaan tindakan mal administrasi sebab dilakukan oleh pejabat yang tidak diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan pemindahan tempat diadili. Tujuh Tahanan Politik Papua atas fakta dari kondisi persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura sejak bulan Oktober 2019 hingga Februari 2020 berjalan dengan aman damai tanpa hambatan apapun. Dengan demikian dapat disimpulkan Pengadilan Negeri Balikpapan tidak mempunyai wewenang mengadili perkara 7 Tahanan Politik Papua.

Maka dapat disimpulkan bahwa 7 Tahanan Politik Papua ini adalah korban kriminalisasi, sebagaimana yang telah diketahui publik dalam menyampaikan aspirasi politiknya. Selain dari itu, 7 Tapol Papua ini akan sidang perdana otomatis keluarga ketujuh Tapol Papua ini pasti ingin menghadiri secara langsung proses yang menempa 7 Tahanan Politik Papua ini.

Maka kami dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia bersikap secara tegas:
1. Hentikan Kriminalisasi atas 7 Tahanan Politik Papua, dan Bebaskan.
2. Tindak pengadil Hukum yg sudah dengan sewenang-wenang memindahkan wilayah untuk mengadili perkara 7 Tahanan Politik Papua ini.

Merdeka
GmnI.. Jaya
Marhaen.. Menang






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]