Loading...

MEDIALOKAL.CO -- Dalam setahun, tentu ada kegiatan keagamaan bagi seorang Muslim maupun Muslimah untuk mendengarkan pidato yang menguraikan ajaran agama, atau akrab dikenal dengan Khutbah atau Ceramah. Umumnya ceramah dilakukan seperti saat Tabligh Akbar, Kajian Rutin dan lainnya, sementara Khutbah saat Shalat Jumat merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan.

Tidak jarang, jamaah yang mendengarkan Ceramah sering merasakan kantuk dan bosan dari apa yang disampaikan oleh Khatib ataupun Penceramah saat menyampaikan materinya. Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh Erwin Yusuf (2015) tentang Minat jamaah masjid di wilayah Kecamatan Talaga Jaya untuk mendengarkan penyampaian khutbah Jumat.

Hasilnya didapati bahwa minta masyarakat masih sangat besar, namun jamaah mengharapkan adanya perbaikan dan peningkatan kualitas khatib, cara penyampaian khutbah yang baik serta pemilihan materi khutbah yang sesuai dengan kebutuhan jamaah, sehingga mereka merasa ada kaitan antara materi yang disampaikan dengan masalah kehidupan yang mereka hadapi.

Sebenarnya, tujuan dari ceramah ialah agar seluruh pendengar ataupun jamaah dapat kembali mengingat, mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam yang menjadi dasar bagi setiap Muslim. Bagaimana sebenarnya penyampaian pesan keagamaan saat ceramah yang berdampak, jika dilihat dari sudut pandang Komunikasi?

Loading...

Tahun 2014, pernah dilakukan penelitian oleh M. Agus Noorbani tentang Pola Khutbah Jum’at di Kota Palembang. Penelitian ini menyatakan Meski sebagian besar penceramah memiliki pendidikan yang tinggi, namun kemampuan untuk   mengelaborasi khutbah dan mengkontekstualisasikannya dengan permasalahan umat yang sedang berkembang tidak terlalu menonjol.

Hampir seluruh khutbah disajikan secara tekstual dan normatif. Permasalahan politik, ekonomi,   keadilan, terlebih perkembangan   ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mendapat perhatian dari para khatib.

The Five Canons of Rhetoric

Ceramah yang merupakan penyampaian pesan dari seorang penceramah atau khatib kepada pendengar atau jamaah, jika dilihat melalui pendekatan Ilmu Komunikasi merupakan penerapan dari prinsip Retorika atau Seni Berbicara. Tokoh yang dikenal dengan teori retorikanya ialah Aristoteles, yang juga menyebutkan retorika sebagai ‘Seni Persuasi’.

Aristoteles memperkenalkan Five Canons of Rhetoric yang kemudian dikembangakan oleh Cicero, dalam bahasa indonesia kita mengenalnya dengan Lima Hukum Retorika yaitu;

(1) Inventio (Penemuan), Tahap dimana pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat.

(2) Dispositio (Penyusunan), pidato yang tersusun dan terorganisir dengan baik sehingga memiliki pembagian yang jelas, antara lain pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Pengantar berfungsi menarik perhatian dan menumbuhkan kredibilitas serta menjelaskan tujuan.

(3) Elocutio (Gaya), pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya.

(4) Memoria (Memori), pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikan dengan mengatur bahan bahan pembicaraannya.

(5) Pronontitio (Penyampaian), pembicara menyampaikan pesan secara verbal atau lisan. Pembicara harus memperhatikan suara dan gerakan gerakan anggota tubuh.

Ceramah yang Berkesan

Meninggalkan kesan yang dapat diingat dengan baik akan memiliki dampak yang lama bagi pendengarnya. Mengutip buku Abduh Tuasikal (2020), dapat disimpulkan beberapa hal saran yang dapat dilakukan ialah;

Materi, hendaknya penceramah memahami betul pesan yang akan disampaikan, memperhatikan kondisi pendengar, pesan lengkap namun tetap singkat, serta penyampaian dilakukan melalui poin demi poin untuk menunjukkan garis besar serta penekanan.

Durasi, penyampaian pesan satu arah yang baik hendaknya tidak berkisar 10-15 menit, dan sebaiknya memotong atau disesuaikan jika memakan waktu yang lebih dari itu, untuk menjaga fokus pendengar.

Gestur, merupakan tampilan atau visual dari seorang penyampai pesan, menggunakan pakaian terbaik merupakan hal yang pasti. Namun lebih dari itu, penggunaan mimik wajah dan gerak tangan yang dinamis namun tetap pada kondisi natural akan memberikan kesan yang lebih kuat terhadap pesan yang disampaikan.

Vokal menjadi hal yang tak kalah penting, sampaikan suara yang dinamis, tidak monoton dengan intonasi yang sesuai, intonasi dan suara yang dinamis akan membantu penceramah mendapatkan perhatian pendengar, sebaliknya jika dilakukan dengan suara pelan, dan menunjukkan tidak semangat, lebih besar kemungkinan untuk membuat jamaah mengantuk.

Diskusi Bersama 

Penting untuk bersama mengetahui bahwa sebagai Jamaah tidur saat khutbah Jumat atau Kajian Kajian Keagamaan adalah hal yang amat sangat dihindari untuk menghormati dan menghargai makna dan tujuan kegiatan itu sendiri. Menghadapi keadaan ini, pengurus organisasi dakwah atau penceramah serta pihak terkait dapat mempertimbangkan isi pesan dan berusaha menyajikan khutbah yang menarik, relevan, dan dapat mempertahankan perhatian jamaah.

Sementara, akan lebih baik jika terdapat kolaborasi atau kerjasama dari pengurus organisasi dakwah, penceramah serta praktisi komunikasi untuk merencanakan pesan dakwah. Hal ini menjadi penting mengingat pesan pesan keagamaan mengajarkan kebaikan, kemudian jika penyampaian pesan dapat dioptimalkan maka akan memiliki dampak yang jauh lebih luas, disinilah perlu untuk adanya keterlibatan praktisi atau komunikator profesional dalam mendiskusikan bersama terkait pesan dan cara penyampaian pesan yang sesuai bagi jamaah.

Artikel ini merupakan salah satu opini yang diharapkan memberi dampak baik untuk pembaca dan semoga menjadi salah satu pembuka untuk diskusi lebih luas kedepannya, terutama bersama saudara-saudara Muslim yang memiliki keterkaitan erat dengan Perencanaan Program Keagamaan. Jika pesan ini dirasa baik mari membuat dampaknya lebih luas dan #JanganBerhentidiKita.(*)

Penulis : Sandiko Daris Prasetyo - Pascasarjana Universitas Riau






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]