OPINI

Cincai-cincai dan Perbuatan Melawan Hukum KPU terhadap Pencapresan Prabowo-Gibran

Foto : Hendri Irawan SH.MH Dosen STIH RIAU

Loading...

Medialokal.co - Ketua KPU RI Hasyim pada 27 Oktober 2023, menegaskan bahwa Pendaftaran Capres Prabowo Subianto dan  Cawapres Gibran Rakabuming Raka telah memenuhi syarat dan tidak bermasalah dari sisi syarat usia. Pernyataan tersebut disampaikan setelah MK membacakan putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu  bertentangan dengan konstitusi. Dalam amar putusannya MK mengubah bunyi pasal batas usia minimum capres-cawapres menjadi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

*Memuluskan Persyaratan tanpa Dasar Hukum*
Sebelum nya masyarakat sipil dan para akademisi  telah melaporkan 9 Hakim Konsitusi atas pelanggaran kode etik yang disinyalir terindikasi memberikan karpet merah terhadap salah satu Capres-cawapres melalui Putusan nomor 90/PUU-XXI/2023  terkait batas usia minimum capres-cawapres . Jika melihat amar putusan yang menyatakan syarat "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah", lebih lanjut KPU harus melakukan revisi atau perubahan terhadap PKPU 19/2023 yang berlaku yang mengatur batasan usia minimal capres cawapres yaitu paling rendah 40 tahun dengan mengikuti Putusan MK tersebut. Namun faktanya, KPU justru menegaskan bahwa pendaftaran Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka telah memenuhi syarat tanpa adanya Revisi PKPU.
Sikap KPU demikian seakan menjadi tindak lanjut dalam misi yang persis mirip dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai capres dan cawapres pada pemilu 2024. Lebih tepatnya, terdapat kekosongan peraturan sebagai dasar hukum KPU dalam menerima syarat pencapresan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.

Tindakan melakukan Perbuatan melawan hukum
Langkah KPU yang menerima pasangan Prabowo-Gibran telah melawan hukum dalam Peraturan KPU (PKPU), tepatnya tertuang pada Pasal 13 ayat 1 PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pendaftaran Capres-Cawapres yang menyebutkan bahwa capres-cawapres minimal berusia 40 tahun, sementara Gibran yang mendaftar sebagai cawapres Prabowo masih berusia 36 tahun.
Senada dengan itu, terdapat mekanisme yang tidak dijalankan oleh KPU dalam proses pendaftaran Prabowo-Gibran. KPU mestinya mengubah terlebih dahulu PKPU dengan berdiskusi bersama DPR, untuk kemudian menerima pasangan capres yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM). Namun faktanya, KPU justru merujuk pada amar putusan MK dan tidak tunduk dan patuh terhadap peraturan yang dibuatnya sendiri dalam PKPU 19/2023. Selain itu Peraturan KPU yang belum direvisi telah bertentangan dengan Undang-undang dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
 

Cincai-Cincai dengan Melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Loading...

Penerimaan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming oleh KPU yang menegaskan bahwa tidak ada masalah atau tidak terbentur antara PKPU dan Putusan MK adalah suatu sikap yang keliru. 
Tindakan KPU yang turut serta cincai-cincai dalam pusaran konflik kepentingan Keluarga Jokowi telah menciderai semangat dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang berintegritas dan profesionalitas sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan DKPP No 2/2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.  KPU yang menerima pasangan capres-cawapres dari KIM  adalah bukti keberpihakan yang dapat disebut sebagai misi lanjutan yang telah berjalan secara sistematis dan masif guna melanggengkan Putra Presiden Jokowi tersebut sebagai Cawapres. Dimana sebelumnya sang Paman telah memberikan jalan mudah dengan Putusan MK yang dinyatakan memiliki muatan konflik kepentingan. Keberpihakan KPU ini juga menunjukkan perilaku penyelenggaraan pemilu yang tidak netral dan menimbulkan 
pengaruh buruk terhadap pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil.

PKPU adalah aturan pelaksana yang menjadi panduan ceklis setiap persyaratan Capres Cawapres. Jika KPU RI menyatakan persyaratan Gibran telah lengkap hanya dengan putusan MK 90 terkait sedang menjabat sebagai kepala daerah, maka instrumen ceklis kelengkapan dokumen dalam PKPU tidak lah pernah ada, lalu bagaimana penyelenggara pemilu bersikap sangat tidak taat atuaran pelaksana. Apakah KPU RI telah melupakan asas hukum lex spesialis derogat lex generalis. Sikap oknum komisioner KPU RI, yang bahkan sebelum merevisi PKPU terkait syarat capres, sangat tendensi dan penuh tidak memenuhi sumpah jabatannya. (*)

 

Penulis : Hendri Irawan SH.MH
Dosen STIH RIAU

 






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]