Media Di Antara Idealisme Dan Kapitalisme


Loading...

MEDIALOKAL.CO -- Berkembangnya industri media massa sebagai akibat dari pengaruh teknologi komunikasi, kekuatan kapitalisme dan konglomerasi telah mempermudah masuknya ke dalam aktivitas jurnalisme dan institusi media.

Kekuatan kapitalisme dan konglomerasi juga membuat media tidak dapat menolak atau menghindari kekuatan politik yang kadang-kadang mengimbangi idealisme media dengan kepentingan ekonomi dan politiknya. Tulisan singkat ini akan membahas bagaimana sesungguhnya tantangan idealisme media massa di era kapitalisme media yang tak mungkin lagi dihindari oleh media. Lalu di atas semua persoalan itu, penting kiranya untuk mencari keseimbangan antara idealisme dan kapitalisme media.

Komersialisasi terdapat beberapa indikator dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa komersialisasi media massa benar-benar ada. Tiga di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, arus besar kapitalisme global telah membawa idealisme pengelola media ke ranah komersialisasi yang kemudian menyebabkan mereka tidak dapat menolak segala bentuk intervensi politik dan ekonomi yang mengganggu independensi media dalam mengungkapkan dan menyampaikan fakta. 

Loading...

Kedua, munculnya dan pertumbuhan yang semakin kuat di seluruh dunia telah membuat media massa menjadi lebih terorganisir.

Harus diakui bahwa media berada di pusat tiga jenis pengaruh yang saling tumpang tindih yakni teknologi, ekonomi dan politik. Menurut mcquail (2012) tiga pengaruh ini membuat media menjadi "bukan bisnis biasa". Salah satu ciri khas institusi media yang tidak biasa adalah aktivitasnya yang terkait secara ekonomi dan politik meskipun sangat bergantung pada kemajuan teknologi. Produksi barang dan layanan ini biasanya bersifat pribadi (konsumsi untuk kepuasan pribadi individu) dan publik (dianggap penting untuk bekerja untuk masyarakat secara keseluruhan dan di lingkungan publik). 

Informasi, budaya dan gagasan dianggap sebagai kepemilikan kolektif serta fungsi politik media dalam demokrasi memberikan karakter publik media. Kegunaan media tidak mengurangi ketersediaannya untuk orang lain seperti halnya udara dan sinar matahari.

Bahkan Jurgen Habermas menyatakan bahwa ruang publik membutuhkan otoritas publik. Tokoh publik seringkali bertindak sebagai perwakilan publik dalam perdebatan kritis tentang berbagai masalah politik. Dengan demikian, keberadaan mereka berfungsi sebagai penghubung antara publik dan parlemen. 

Pendapat Jurgen Habermas seolah-olah benar dalam hal domain publik. Habermas berpendapat bahwa pertimbangan ekonomis digunakan seiring dengan ketergantungan media massa terhadap iklan komersial.

Namun, orang-orang yang bertanggungjawab atas keuangan media massa sangat memengaruhi kebijakan editorial dan praktik jurnalisme. Ini berarti bahwa orang-orang dari kelas bawah atau kelas menengah tidak memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pembentukan pendapat umum daripada orang-orang yang memiliki uang dan mengontrolnya.

Menurut perspektif politik, media adalah institusi yang menyebarkan informasi dengan ideologi tertentu. Setiap pesan yang dibuat oleh media pasti memiliki tujuan dan tujuan tertentu. Dalam arti yang lebih luas, media memiliki kemampuan untuk menjadi oposan bagi pemerintah. Kenapa? Karena media memberikan ruang dan arena diskursif untuk kepentingan berbagai kelompok sosial-politik yang ada di masyarakat demokratis.

Perspektif tentang metode yang digunakan untuk komersialisasi industri media massa memiliki banyak kelemahan dan bahkan dapat menjadi keuntungan bagi kapitalis. Salah satu kelemahan itu adalah pertama, bahwa para kapitalis media telah berusaha sekuat tenaga untuk mengurangi risiko bisnis mereka. Sebagian besar pasar saat ini cenderung membentuk kekuatan oligopolistik, di mana beberapa indusri media menciptakan hambatan yang menghalangi peluang bagi pendatang baru. 

Pada sisi lain di penekanan harga, produksi dan keuntungan kekuatan oligopolistik mengarah pada pembentukan monopoli yang pada akhirnya jauh dari mitos "pasar yang penuh persaingan". Kedua, industri media berfokus pada pemenuhan keinginan pasar berdasarkan standar yang paling relevan bagi pemilik modal secara finansial dan politik.

Oleh karena itu, pasar tidak akan menangani dampak dari paket yang dibuat. Banyak produk media yang bermanfaat memang tidak dapat diabaikan tetapi ada juga produk media yang buruk dan tidak relevan dengan budaya hanya karena masalah pesanan. Dengan asumsi ini jurnalis dan media lebih merupakan "alat produksi" dalam kapitalisme.

Idealisme Media
Media tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi, pendidikan dan hiburan tetapi mereka juga berfungsi sebagai agen kontrol sosial dalam konteks untuk memastikan keadilan dan kebenaran, menegakkan supremasi hukum, hak asasi manusia dan nilai-nilai dasar demokrasi.

Kepentingan publik diawasi secara aktif oleh media. Jaminan seperti ini cukup ideal karena tugas media yang terpenting adalah membela kebenaran dan keadilan. Itulah konteks idealisme media yang sebenar- benarnya. Hal itu bisa dipahami karena idealisme adalah sikap hidup yang harus menjadi mindset bagi setiap insan jurnalis, berpijak pada tataran moralitas.

Meskipun demikian, komunitas media terus mengalami hambatan terhadap kebebasan pers termasuk berbagai bentuk kekerasan maupun upaya kriminalisasi serta pembunuhan dan penyiksaan terhadap wartawan.
Selama ini media telah sering menjadi kambing hitam dalam berbagai pemberitaan, terutama yang berkaitan dengan kasus korupsi yang terjadi di kalangan non-media. Hal ini demi kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan berpura-pura tidak memahami cara profesional media kritis, cepat dan akurat menyampaikan berita.

Media sering dituding sebagai pihak yang memprovokasi, membesar-besarkan masalah dan tudingan lain yang menyakitkan. Dinegeri yang sedang sakit seperti indonesia saat ini, tugas dan idealisme media memang menjadi tantangan besar. Sebagian kalangan jurnalis sendiri sempat muncul pertanyaan, apakah dalam arus hidup yang penuh gejolak seperti ini ketika media sudah menapaki alam industrialisasi apakah masih diperlukan idealisme media untuk tetap ditegakkan? Jangan-jangan idealisme akan menjadi kuburan massal bagi kaum jurnalis.

Idealisme adalah bagian penting dari media itu sendiri dan berfungsi sebagai pedoman bagi profesionalisme kewartawanan. Jika kaum jurnalis memiliki kebanggaan untuk melindungi keempat pilar demokrasi, tetapi kebanggaan ini akan gagal jika idealisme sang jurnalis dalam kondisi keropos. Institusi media massa di era industrial tidak berarti kehilangan idealismenya sebagai roh aktivitas jurnalistik mereka.

Kapitalisme Media
Untuk memahami peran media massa dalam sistem kapitalis, kita harus memahami kepercayaan fundamental yang mendasari media. Pertama, institusi media bertanggung jawab atas produksi, reproduksi, dan distribusi pengetahuan dalam arti serangkaian simbol yang memberikan acuan penting tentang pengalaman dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini media massa memainkan peran yang sangat penting dalam proses pengetahuan. Menurut asumsi dasar kedua, media massa berfungsi sebagai penghubung antara pengalaman pribadi dan realitas sosial yang objektif. Media massa melakukan aktivitasnya dalam lingkungan publik.

Media massa mengalami kontradiksi sebagai institusi kapitalis yang berorientasi pada keuntungan dan akumulasi modal. Karena media massa harus berorientasi pada pasar dan sensitif terhadap dinamika persaingan pasar, ia harus berusaha untuk menyajikan produk informasi yang memiliki keunggulan pasar antara lain informasi politik dan ekonomi. 

Di lain pihak media massa juga sering dijadikan alat atau menjadi struktur politik negara yang menyebabkan media massa ter-subordinasikan dalam mainstream negara. Salah satu contohnya adalah ketika masa orde baru media massa menjadi agen hegemoni dan alat propaganda pemerintah. Dalam konteks inilah media massa kapitalis sebagai media yang berorientasi pasar sangat memegang peranan dan menjadi saluran utama mempopulerkan budaya baru atau budaya pop kepada masyarakat.

Kontroversi kapitalisme pers di Indonesia muncul bersama dengan idealisme media saat ini yang patut dipertanyakan. Ada pendapat bahwa "pers tanpa kapitalisme akan mati" dan bahwa "kebebasan pers dinikmati kaum kapitalis". Memang, kapitalisme memiliki efek positif di satu sisi dan ada pula efek negatif di sisi lainnya.

Sudah saatnya media massa melakukan dan menjalankan keempat fungsinya secara proporsional. Jangan media massa hanya menjalankan fungsi menghibur atau menjadi ajang pengembangan kesepakatan semata. Hanya dengan menjalankan keempat fungsinya secara proporsional sebuah media massa bisa mengangankan bahwa ia punya andil dalam meningkatkan kualitas hidup khalayak, bisa mengangankan bahwa ia punya kontribusi terhadap kehidupan khalayak yang makin rasional dan efisien serta bisa merindukan bahwa ia punya peran dalam menciptakan pemerintahan yang lebih baik.

Media di indonesia tidak terlepas dari idealisme dan kapitalisme. Bahkan idealisme dan kapitalisme bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Contohnya jika media yang didasarkan kepada idealis semata akan mengalami kemunduran karena tidak mendapatkan suntikan dana. Hal ini dikarenakan orientasi mereka tidak berdasarkan pada nilai kapital melainkan menuju kepada media yang murni sebagai media yang ideal. 

Jika media yang berorientasikan kepada modal atau nilai kapital sehingga menghilangkan idealisnya sebagai entitas media yang objektif yang mengedepankan penyampaian informasi secara benar dimana jenis media seperti ini banyak tumbuh dan berkembang, yang dicari oleh media jenis ini hanyalah bagaimana mencari keuntungan dengan perusahaan media mereka.

Namun sisi idealisme media juga tak harus pula menjadi satu-satunya pegangan, agar media dapat hidup, bertahan dan berkembang secara ekonomis untuk keberlangsungan hidupnya.(*)

Sumber : rumah literasi sumenep

Penulis: Haki Algifari Jama Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta.






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]